Senin, Juni 01, 2009

MENJADI SUAMI PENGERTIAN

Dalam hidup berkeluarga, peluang terjadinya konflik sangat banyak. Dari persoalan-persoalan yang kecil hingga persoalan yang besar bisa menjadi pemicu konflik dalam rumah tangga. Pensikapan masing-masing, antara suami dan istri sangat menentukan kualitas hubungan suami dan istri selanjutnya. Sebut saja misalnya ketika seorang istri teledor saat menggoreng tempe. Gorengan tempenya hangus, sebab ia tidak bisa berkonsentrasi pada gorengannya. Telepon berdering keras, anak yang digendong menangis karena ngompol. Ribet, bingung dan stres! Sementara sang suami hanya tidur-tiduran sambil menunggu gorengan tempe tersedia. Kira-kira apa yang akan dilakukan oleh si suami ketika mengetahui tempe yang dinanti-nantikannya hangus dan tidak bisa dimakan?

Menyikapi kasus tempe hangus seperti itu, setiap suami mungkin akan berlainan sikapnya.

Seorang suami mungkin akan mengatakan, "Kamu gimana sih, masa goreng tempe saja nggak bisa...?! Emang dulu nggak pernah diajarin ibu kamu masak?"

Pedas, ketus dan menusuk! Suami itu marah-marah dan tidak mau tahu apa yang dialami istri. Ia hanya mau tempe kesayangannya tidak hangus dan bisa segera ia makan. Ia tidak mau tahu betapa susah istrinya menggoreng tempe dengan seabrek kesibukan yang harus ia tangani. Kesibukan istri yang 'super heboh' tidak membuatnya ber-empati pada istri tercintanya.

Sebagian suami lain akan bersikap berbeda. Saat mengetahui tempe yang digoreng istrinya hangus, ia mengatakan, "Cara menggoreng tempe itu begini lho... begitu saja tidak bisa." Mulutnya ngedumel sembari mengajari istrinya menggoreng tempe. Sementara istrinya dibiarkan merasa bersalah dengan merasa 'bego' seolah sama sekali tidak bisa menggoreng tempe.

Tentu saja dua model pensikapan suami tersebut menimbulkan dampak yang berbeda pada sikap istri. Sebagian besar istri akan membenci suami-suaminya bila suami berbuat demikian. Mereka akan mengatakan suami mereka adalah suami yang galak, sok tahu, dan hanya mau menang sendiri.

Lain halnya bila seorang suami memiliki sikap yang manis. Meski tempe yang digoreng hangus, ia bisa mendatangi istri dengan lembut seraya berkata, "Kamu sedang letih ya, Mah. Ada yang bisa saya bantu untuk meringankan beban kamu?" Dengan kata-kata menyentuh seperti itu, seorang istri bisa saja langsung menangis saking terharunya. Hatinya yang panas membara seolah diguyur air es yang dingin dari kutub selatan. Byuurrr! Ia merasa suaminya bagaikan sosok lelaki yang penuh pengertian dan penuh perhatian. Bukan kecaman yang ia terima, bukan makian yang ia dapatkan. Namun ia justru mendapatkan perhatian yang luar biasa dari suami tercinta. Hilanglah kepenatan pekerjaan. Hilanglah kegalauan hati dan pikiran. Semuanya sirna hanya karena kata-kata. Tempe yang hangus sudah dilupakan. "Masa bodo dengan tempe hangus." katanya dalam hati.

Inilah yang dibutuhkan dalam menyikapi konflik. Rasa empati dan perhatian yang proporsional merupakan air segar di kala dahaga konflik mulai menggarang. Jadilah suami pengertian agar istri merasa tenang di kala membutuhkan. Sehingga bahtera rumah tangga akan semakin aman berlayar mengarungi dahsyatnya hidup yang penuh ombak dan gelombang.

Burhan Sodiq, S.S
Penulis adalah reporter MQ 100,9 FM Solo
Sumber: eramuslim, 04 April 2005 by Facebook Comment

BUNDA, SEMOGA BOTOL ITU MENJADI SAKSI

"Assalamualaikum..." kuketuk pintu rumah perlahan setelah turun dari ojek. Yup, aku pulang malam hari ini. Sore tadi aku sempat menelpon bunda (panggilan untuk isteriku) dan mengatakan bahwa hari ini mulai lembur lagi. Seperti biasa, tiap awal bulan aku harus membuat laporan untuk setiap pelanggan di tempatku bekerja.

Suasana di sekitar rumah kontrakan kami sudah sepi dan aku membuka pintu rumah yang tidak terkunci. Biasanya bunda menungguku pulang sambil tidur-tidur ayam, jadi pintu tidak dikunci, namun terkadang ia sudah terlelap dalam mimpinya ketika aku sampai di rumah.

"Ah, sudah pukul setengah sebelas," gumamku. Dan tepat dugaanku, bunda sudah tertidur di samping jagoan kecil kami yang bernama Muhammad Rasyid, anak pertama kami. Perlahan aku melangkah dengan kaki agak menjinjit lalu kukecup pipi mereka berdua, sambil tangan kananku menjinjing sepatu. Maklum kami mengontrak rumah petakan yang desainnya memanjang kebelakang. jadi, bila ingin ke dapur berarti aku harus melewati kamar tidur dulu.

Sambil menaruh sepatu di kardus tempat lap, kulihat banyak botol susu yang kotor menunggu dijamah supaya bisa dipakai kembali esok. Kami tidak mempunyai rak sepatu karena menurut ibu, dapur kami sudah terlalu sempit untuk ditambah rak sepatu. Lagipula sepatu yang ada hanya punyaku dan bunda, hanya 2 pasang saja, jadi tidak memakan banyak tempat.

Selesai shalat isya dan ba'diyah, aku langsung mencuci botol susu yang kotor itu. Wah, banyak sekali. Setelah selesai mencuci, aku harus segera merebus botol-botol itu, biar Bunda tidak repot esok pagi.

Alhamdulillah, aku dan bunda sudah berkomitmen untuk memberi Rasyid ASI. Walaupun sekarang sudah tidak ASI ekslusif, namun aku bersyukur komitmen tersebut masih kuat dijaga dan insya Allah bisa sampai 2 tahun.

Sungguh aku bersyukur, istriku mau rela repot setiap hari menenteng botol susu saat berangkat ke kantor dan menyempatkan waktu untuk memerah ASI di sela waktu istirahatnya di kantor. ASI tersebut disimpannya di lemari es, dan dibawa pulang selepas usai jam kantor untuk persediaan susu Rasyid esok hari.

Ah, sayang semoga usaha kita selalu mendapat ridhaNya dan anak-anak kita menjadi anak-anak shalih, garda depan pembela dien kita.

Samar aku teringat isi Surat Al Baqarah ayat 233, "Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh bagi yang ingin menyusui secara sempurna ..."

"Aku bangga sekali padamu bunda", ujarku dalam hati.

Walaupun isi ayat ini seruan, namun maknanya begitu agung. Allah tahu yang terbaik buat anak-anak kita.

Dan Allah juga Maha Adil ketika ayat tersebut dilanjutkan dengan, "... seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya... Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya..."

Subhanallah, semoga botol susu itu menjadi saksi perjuangan kita, sayang.

Ayah sayang bunda, sungguh.
Wallahu 'alam bishshowab.
Sumber: eramuslim, 05 April 2005 by Facebook Comment

MENIKAH, BUKAN SEKEDAR MEMADU CINTA

MENIKAH, BUKAN SEKEDAR MEMADU CINTA

Rumahku surgaku", ujar Rasulullah singkat saat salah seorang sahabat bertanya mengenai rumah tangga beliau. Sebuah ungkapan yang tiada terhingga nilainya, dan tidak dapat diukur dengan parameter apapun. Sebuah idealisme yang menjadi impian semua keluarga. Tapi untuk mewujudkannya pada sebuah rumah tangga (keluarga) ternyata tidaklah mudah. Tidak seperti yang dibayangkan ketika awal perkenalan atau sebelum pernikahan. Butuh proses, butuh kesabaran, butuh perjuangan, bahkan pengorbanan juga ilmu!

Saat ini, persoalan dalam keluarga membuat banyak pasangan suami istri dalam masyarakat kita menjadi gamang. Baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Wajar, karena itulah hakikat hidup. Bukan hidup namanya jika tanpa masalah. Justru masalah yang membuat manusia bisa merasakan kesejatian hidup, menjadikan hidup lebih berwarna dan tidak polos seperti kertas putih yang membosankan. Namun jangan sampai masalah-masalah itu mengendalikan diri kita hingga kita kehilangan hakikat hidup.

Lihatlah sepanjang tahun lalu, tahun 2004, begitu banyak pasangan yang mengajukan perceraian ke pengadilan agama dengan berbagai macam alasan. Memang yang lebih banyak terangkat adalah kisah rumah tangga para selebritis yang tak henti menghiasi layar kaca tentang rusaknya hubungan rumah tangga mereka. Tapi sesungguhnya itu hanya puncak sebuah gunung es. Karena masyarakat awam pun tak sedikit yang rumah tangganya bermasalah, bahkan mereka yang mendapat sebutan aktivis dakwah.

***
Begitu banyak buku-buku pernikahan yang beredar di pasaran, bahkan sebagian menjadi best seller. Tak hanya buku-buku non fiksi, bahkan para fiksionis pun lebih senang mengangkat tema–tema merah jambu karena lebih disukai pasar. Isinya kebanyakan bersifat provokatif kepada orang-orang yang belum menikah agar segera menikah. Namun sayangnya hampir semua buku-buku itu isinya terlalu melangit.

Maksudnya lebih banyak menceritakan pernikahan (kehidupan rumah tangga) pada satu sisi yang indah dan menyenangkan. Sementara sisi "gelap" pernikahan jarang sekali yang mengangkat. Tentang kehidupan setelah pernikahan, tentang biaya-biaya berumah tangga, dan hal-hal lain yang tentu tidak sepele dalam rumah tangga.

Isitrahatlah sejenak dari bermimpi tentang pernikahan. Jika mimpi itu hanya berisi bagaimana mengatasi rasa gugup saat akad nikah. Atau tumpukan kado dan amplop warna-warni menghiasi 'bed of roses'. Atau kalau hanya mengharap salam indah dan atau jawaban salam dari kekasih. Apalagi membayangi bisa menatap, berbicara dan menghabiskan waktu bersama belahan hati tercinta.

Pernikahan tidak cuma sampai di situ, sobat. Ada banyak pekerjaan dan tugas yang menanti. Bukan sekedar merapihkan rumah kembali dari sampah-sampah pesta pernikahan, karena itu mungkin sudah dikerjakan oleh panitia. Bukan menata letak perabotan rumah tangga, bukan juga kembali ke kantor atau beraktifitas rutin karena masa cuti habis.

Tapi ada hal yang lebih penting, menyadari sepenuhnya hakikat dan makna pernikahan. Bahwa pernikahan bukan seperti 'rumah kost' atau 'hotel'. Di mana penghuninya datang dan pergi tanpa jelas kapan kembali. Tapi lebih dari itu, pernikahan merupakan tempat dua jiwa yang menyelaraskan warna-warni dalam diri dua insan untuk menciptakan warna yang satu: warna keluarga.

Di tengah masyarakat yang kian sakit memaknai pernikahan, semoga kita tetap memiliki sudut pandang terbaik tentangnya. Betapa banyak orang yang menikah secara lahir, tapi tidak secara batin dan pikiran. Tidak sedikit yang terjebak mempersepsikan pernikahan sebatas cerita roman picisan dan aktifitas fisik. Hingga wajar jika banyak remaja yang belum menikah saat mendengar kata menikah adalah kesenangan dan kenikmatan. Hal itu ditunjang oleh buku-buku pernikahan yang isinya ngomporin. Sementara sesungguhnya yang harus dilakoni adalah tanggung jawab dan pengorbanan.

Memang pernikahan berarti memperoleh pendamping hidup, pelengkap sayap kita yang hanya sebelah. Tempat untuk berbagi dan mencurahkan seluruh jiwa. Tapi jangan lupa bahwa siapapun pasangan hidup kita, ia adalah manusia biasa. Seseorang yang alur dan warna hidup sebelumnya berbeda dengan kita. Seberapa jauh sekalipun kita merasa mengenalnya, tetapakan banyak 'kejutan' yang tak pernah kita duga sebelumnya. Upaya adaptasi dan komunikasi bakal jadi ujian yang cuma bisa dihadapi dengan senjata kesabaran.

Pasangan kita, yang kita cintai adalah manusia biasa. Dan ciri khas makhluk bernama manusia adalah memiliki kekurangan dan kelemahan diri. Memahami diri sendiri sebagai manusia sama pentingnya dengan memahami orang lain sebagai manusia. Pemahaman ini penting untuk dijaga, karena cepat atau lambat kita akan menemukan kekurangan atau kebiasaan buruk pasangan kita.

Oleh karena itu, bagi yang belum menikah, jangan terlalu banyak menghabiskan waktu dengan memilih pasangan hidup saja. Apalagi parameternya tak jauh dari penampilan, fisik, encernya otak, anak orang kaya, pekerjaan mapan, penghasilan besar, berkepribadian (mobil pribadi, rumah pribidi), berwibawa (wi...bawa mobil, wi...bawa handphone, wi...bawa laptop), dan sebagainya.

Tapi, pernahkah kita berpikir untuk membantu seseorang yang ingin mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik hari demi hari bersama diri kita?

Lebih dari itu, pernikahan dalam konteks dakwah merupakan tangga selanjutnya dari perjalanan panjang dakwah membangun peradaban ideal dan tegaknya kalimat Allah. Namun tujuan mulia pernikahan akan menjadi sulit direalisasikan jika tidak memahami bahwa pernikahan dihuni oleh dua jiwa. Setiap jiwa punya warna tersendiri, dan pernikahan adalah penyelarasan warna-warna itu. Karenanya merupakan sebuah tugas untuk bersama-sama mengenali warna dan karakter pasangan kita. Belajar untuk memahami apa saja yang ada dalam dirinya. Menerima dan menikmati kelebihan yang dianugerahkan padanya. Pun membantu membuang karat-karat yang mengotori jiwa dan pikirannya.

Menikah berarti mengerjakan sebuah proyek besar dengan misi yang sangat agung: melahirkan generasi yang bakal meneruskan perjuangan. Pernahkan terpikir betapa tidak mudahnya misi itu? Berawal dari keribetan kehamilan, perjuangan hidup mati saat melahirkan, sampai kurang tidur menjaga si kecil? Ketika bertambah usia, kadang ia lucu menggemaskan tapi tak jarang membuat kesal. Dan seterusnya hingga ia beranjak dewasa, belajar berargumentasi atau mempertentangkan idealisme yang orangtuanya tanamkan. Sungguh, tantangan yang sulit dibayangkan jika belum mengalaminya sendiri...

Menikah berarti berubahnya status sebagai individu menjadi sosial(keluarga). Keluarga merupakan lingkungan awal membangun peradaban. Dan tentu sulit membangun peradaban jika kondisi 'dalam negeri' masih tidak beres. Maka butuh keterampilan untuk memanajemen rumah tangga, menjaga kesehatan rumah dan penghuninya, mengatur keuangan, memenuhi kebutuhan gizi, menata rumah, dan masih banyak lagi keterampilan yang mungkin tak pernah terpikirkan...

Ini bukan cerita tentang sisi "gelap" pernikahan (wong saya sendiri belum nikah!). Tapi seperti briefing singkat yang menyemangati para petualang yang bakal memasuki hutan belantara yang masih perawan. Yang berhasil, bukan mereka yang hanya bermodal semangat. Tapi mereka yang punya bekal ilmu, siap mental dan tawakkal kepadaNYA. Karena pernikahan bukanlah sebuah keriaan sesaat, namun ia adalah nafas panjang dan kekuatan yang terhimpun untuk menapaki sebuah jalan panjang dengan segala tribulasinya.

Pernikahan adalah penyatuan dua jiwa yang kokoh untuk menghapuskan pemisahan. Kesatuan agung yang menggabungkan kesatuan-kesatuan yang terpisah dalam dua ruh. Ia adalah permulaan lagu kehidupan dan tindakan pertama dalam drama manusia ideal. Di sinilah permulaan vibrasi magis itu yang membawa para pencinta dari dunia yang penuh beban dan ukuran menuju dunia mimpi dan ilham. Ia adalah penyatuan dari dua bunga yang harum semerbak, campuran dari keharuman itu menciptakan jiwa ketiga.

Wallahu'alam bisshowab.
Sumber: eramuslim, 06 April 2005 by Facebook Comment

Kamis, April 02, 2009

Aku Anak Palestina

AKU ANAK PALESTINA
Palestina, ya, Tuhan menghendaki aku terlahir di Palestina. Negeriku, Palestina, darahku, Palestina. Aku terlahir di tengah desing peluru dan aroma kematian. Aku tak tahu, mungkin saat aku dilahirkan, tak jauh dari sisiku, ada saudaraku sesama anak Palestina yang meregang nyawa dengan luka menganga di dada dan kepala akibat peluru yang meghujam atau pecahan bom yang mendera.
Aku menangis saat dilahirkan, itulah garis hidupku, untuk menangis diawal kehidupanku. Mungkin tak jauh dari sisiku, ada juga yang menangis, ya, Ibu dari anak Palestina yang kehilangan anak akibat kejamnya peperangan. Anak itu sudah tidak bisa lagi menangis, mana mungkin, dia sudah terbujur kaku, tak berdaya dengan darah mengalir dari luka yang pasti sakit tak terkira…
Ibuku, pasti tersenyum saat aku lahir ke dunia, meski aku yakin, ia tak akan menampakkannya saat melalui lorong kematian di rumah sakit yang penuh sesak dengan gelimpang korban anak Palestina. Ibuku, pasti menangis jua, meski tertahan sesak di dada.
Ayahku, saat itu tak ada, kelak aku tahu bahwa saat aku memandang dunia, dia tengah memandang kematian dengan sekedar batu melawan tank dan tentara yang membabi buta, menyerang menggila. Aku beruntung, masih bisa bertemu ayahku, meski pada akhirnya aku harus rela, ayahku kelak juga terbujur di tengah deru pesawat tempur yang memuntahkan bom kemana saja, di kota yang kucinta.
Gaza, itu tercatat dalam buku kelahiranku, aku terlahir di Gaza.
Masa kecilku, kulalui dengan mainan senjata dan perang-perangan, ya, bagaimana tidak. Kotaku dikuasai pasukan asing bersenjata. Sesekali kulihat senjata itu menyalak, memuntahkan isinya, ada gas air mata, dan tentu ada yang peluru tajam meminta nyawa, warga Palestina, dan tak jarang anak Palestina.
Aku melihat anak Palestina seusiaku, sudah berani melawan pasukan asing meski hanya dengan ketapel kecil berisi sejumput batu yang tak berarti apa jika mengenai tameng tentara atau besi kendaraan lapis baja. Mereka berani tampil ke muka hingga ke dekat moncong senjata. Aku tak tahan, akhirnya akupun ikut jua.
Aku senang, karena aku merasa sebagai pejuang, alias jagoan. Aku tak takut, bukankah anak Palestina lain juga tidak takut ?
Aku belum berusia remaja sampai suatu saat kelak aku kehilangan kawanku yang kulihat kerap melempar batu dan melontar ketapel tak lelah-lelahnya, ya kelak ku tahu itu bernama Intifada. Kawanku menjadi korban Intifada.
Lama kelamaan aku menjadi terbiasa, melihat dan mendengar kawan, saudara, kerabat ataupun orang tak kukenal yang hilang atau tak tentu semesta, kabarnya dibawa pasukan asing dimasukkan ke penjara gelap gulita, atau tewas tak bernama. Aku terbiasa mengalami kehilangan, aku terbiasa melihat dan merasakan derita, aku terbiasa melihat airmata dan pasti aku terbiasa melihat warna merah mengalir dimana-mana.
Kata semua orang, kini kau sudah menjadi anak Palestina !.
Baru kutahu, anak Palestina berarti anak terjajah, yang harus membebaskan negeri dari cerita kelam negeri yang terlunta. Dan baru kutahu, Israel adalah negara yang dahaga atas tanah Palestina. Aku mulai merasa, bahwa aku bermakna dan bangga menjadi anak Palestina.
___________________
Kini, di penghujung tahun, kudengar lagi deru mesin tempur berseliweran di langit kotaku, kudengar dentuman membahana di sudut-sudut wilayah permaiananku, kutatap kilatan cahaya mematikan menyilaukan pandangan mataku disertai bunyi sirene di segala penjuru.
Pagi, siang dan malam terus berlanjut tak menentu, deru itu, dentuman itu dan kilatan cahaya itu menyergap seluruh sisi hidupku. Kulalui hari dengan berlari, berlindung dan bersembunyi dari serbuan tak menentu.
Aku tak tuli, kudengar tangisan dimana-mana, kudengar jerit teman sebaya, Ibu-ibu Palestina menggendong anak dan orang tua paruh baya yang terpaksa harus terpapah tanpa daya. Dan kudengar lenguh terakhir nyawa di dada.
Aku tak buta, kulihat luka, kulihat jasad dimana-mana, kulihat merah itu ada dan tak terkira, kulihat kotaku tak lagi indah mempesona. Dan harapan itu sepertinya sirna.
Aku tak menangis, meski ayahku menjadi jasad tersisa di tengah gempuran melanda kota. Tak ada lagi tangis, aku sudah terbiasa, seperti juga anak Palestina lainnya.
Waktu itu tiba, kata orang mulai ada perang kota !
Aku berlindung dibalik reruntuhan bangunan rumah ibadah, yang hancur oleh tembakan serdadu nista, aku lihat, ada orang Palestina bersenjata, dengan tutup wajah dimuka, kutahu juga ada remaja Palestina memanggul senjata. Mereka sigap, lincah, berlari ke sudut-sudut tak terjamah, melawan pasukan asing yang menyerbu kedalam kota. Aku tahu, mereka siap mati di tanah tercinta.
Ah, seandainya aku bisa melalui hari-hari ini, tanpa sebutir peluru mengenai dada, tanpa pecahan bom menerpa kepala, mungkin aku tak-kan lupa, ini catatan kelam manusia di tanah terjajah, Palestina.
Tuhan, perkenankan aku menjadi remaja, agar aku bisa berlari membawa bendera Palestina, berikat kepala, bolehlah juga bersenjata, apa adanya, melawan pasukan Israel sampai tetes terakhir itu tiba.
Kalau kau berbaik hati Tuhan, ijinkan aku menjadi dewasa, agar aku mengikat keras bendera Palestina di tiang dan sisa bangunan menjulang ke angkasa. Kulekatkan ikat kepala, selekat jiwa dan raga, senjata, apapun bisa kuguna, melawan hingga gelora di dada sirna bersamaan dengan hembusan nafas yang tersisa.
Aku anak Palestina, selamanya Palestina, darahku, merahnya Palestina.. by Facebook Comment

silabi penelitian kualitatif

PENILAIAN
1. Tugas penulisan paper dan presentasi topik perkuliahan (30%)
2. Ujian tengah semester (30%)
3. Ujian akhir semester (40%)

BUKU TEKS
• Anselm Strauss & Juliet Corbin. Basics of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
• Barney G. Glaser & A.L. Strauss. The Discovery of Grounded Theory. Chicago: Aldine Publishing Company.
• Deddy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
• Egon G. Guba. Towards a Methodology of Naturalistic Inquiry in Educational Evaluation. Los Angeles: University of California.
• Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya.
• Noeng Muhadjir. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
• Robert C Bogdan & Sari Knop Biklen. Research for Education. An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
• Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.
• Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: CV Alfabeta.

BUKU PENUNJANG
• Arief Furqon. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional.
• Aminuddin (Ed.). Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastera. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.
• Basrowi & Sukidin. Metode Penelitian Kualitatif: Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendekia.
• James P. Spartley. Participant Observation. New York: Holt, Rinehart and Winston.
• Julia Brannen. Mixing Methods: Qualitative and Quantitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
• Michael Quinn Patton. How to Use Qualitative Methods in Evaluation. London: Sage Publication.
• Sanapiah Faisal. Penelitian Kualitatif. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.
• S. Nasution. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. by Facebook Comment

Senin, Februari 23, 2009

Ungkapan Sederhana Untuk Istri Tercinta

Ungkapan Sederhana Untuk Istri Tercinta
Penulis: M. Fauzil Adzim
Bila malam sudah beranjak mendapati Subuh, bangunlah sejenak. Lihatlah istri Anda yang sedang terbaring letih menemani bayi Anda. Tataplah wajahnya yang masih dipenuhi oleh gurat-gurat kepenatan karena seharian ini badannya tak menemukan kesempatan untuk istirahat barang sekejap, Kalau saja tak ada air wudhu yang membasahi wajah itu setiap hari, barangkali sisa-sisa kecantikannya sudah tak ada lagi.
Sesudahnya, bayangkanlah tentang esok hari. Di saat Anda sudah bisa merasakan betapa segar udara pagi, Tubuh letih istri Anda barangkali belum benar benar menemukan kesegarannya. Sementara anak-anak sebentar lagi akan meminta perhatian bundanya, membisingkan telinganya dengan tangis serta membasahi pakaiannya dengan pipis tak habis-habis. Baru berganti pakaian, sudah dibasahi pipis lagi. Padahal tangan istri Anda pula yang harus mencucinya.
Di saat seperti itu, apakah yang Anda pikirkan tenang dia? Masihkah Anda memimpikan tentang seorang yang akan senantiasa berbicara lembut kepada anak-anaknya seperti kisah dari negeri dongeng sementara di saat yang sama Anda menuntut dia untuk nenjadi istri yang penuh perhatian, santun dalam bicara, lulus dalam memilih kata serta tulus dalam menjalani tugasnya sebagai istri, termasuk dalam menjalani apa yang sesungguhnya bukan kewajiban istri tetapi dianggap sebagai kewajibannya.
Sekali lagi, masihkah Anda sampai hati mendambakan tentang seorang perempuan yang sempurna, yang selalu berlaku halus dan lembut? Tentu saja saya tidak tengah mengajak Anda membiarkan istri kita membentak anak-anak dengan mata membelalak. Tidak. Saya hanya ingin mengajak Anda melihat bahwa tatkala tubuhnya amat letih, sementara kita tak pernah menyapa jiwanya, maka amat wajar kalau ia tidak sabar. Begitu pula manakala matanya yang mengantuk tak kunjung memperoleh kesempatan untuk tidur nyenyak sejenak, maka ketegangan emosinya akan menanjak. Disaat itulah jarinya yang lentik bisa tiba-tiba membuat anak kita menjerit karena cubitannya yang bikin sakit.
Apa artinya? Benar, seorang istri shalihah memang tak boleh bermanja-manja secara kekanak-kanakan, apalagi sampai cengeng. Tetapi istri shalihah tetaplah manusia yang membutuhkan penerimaan. Ia juga butuh diakui, meski tak pernah meminta kepada Anda. Sementara gejolak-gejolak jiwa yang memenuhi dada, butuh telinga yang mau mendengar. Kalau kegelisahan jiwanya tak pernah menemukan muaranya berupa kesediaan untuk mendengar, atau ia tak pernah Anda akui keberadaannya, maka jangan pernah menyalahkan siapa-siapa kecuali dirimu sendiri jika ia tiba-tiba meledak. Jangankan istri kita yang suaminya tidak terlalu istimewa, istri Nabi pun pernah mengalami situasi-situasi yang penuh ledakan, meski yang membuatnya meledak-ledak bukan karena Nabi Saw. tak mau mendengar melainkan semata karena dibakar api kecemburuan. Ketika itu, Nabi Saw. hanya diam menghadapi ‘Aisyah yang sedang cemburu seraya memintanya untuk mengganti mangkok yang dipecahkan.
Alhasil, ada yang harus kita benahi dalam jiwa kita. Ketika kita menginginkan ibu anak-anak kita selalu lembut dalam mengasuh, maka bukan hanya nasehat yang perlu kita berikan. Ada yang lain. Ada kehangatan yang perlu kita berikan agar hatinya tidak dingin, apalagi beku, dalam menghadapi anak-anak setiap hari, Ada penerimaan yang perlu kita tunjukkan agar anak-anak itu tetap menemukan bundanya sebagai tempat untuk memperoleh kedamaian, cinta dan kasih-sayang. Ada ketulusan yang harus kita usapkan kepada perasaan dan pikirannya, agar ia masih tetap memiliki energi untuk tersenyum kepada anak-anak kita. Sepenat apa pun ia.
Ada lagi yang lain: pengakuan. Meski ia tidak pernah menuntut, tetapi mestikah kita menunggu sampai mukanya berkerut-kerut. Karenanya, marilah kita kembali ke bagian awal tulisan ini. Ketika perjalanan waktu telah melewati tengah malam, pandanglah istri Anda yang terbaring letih itu. lalu pikirkankah sejenak, tak adakah yang bisa kita lakukan sekedar untuk menqucap terima kasih atau menyatakan sayang? Bisa dengan kata yang berbunga-bunga, bisa tanpa kata. Dan sungguh, lihatlah betapa banyak cara untuk menyatakannya. Tubuh yang letih itu, alangkah bersemangatnya jika di saat bangun nanti ada secangkir minuman hangat yang diseduh dengan dua sendok teh gula dan satu cangkir cinta. Sampaikan kepadanya ketika matanya telah terbuka, “Ada secangkir minuman hangat untuk istriku. Perlukah aku hantarkan untuk itu?”
Sulit melakukan ini? Ada cara lain yang bisa Anda lakukan. Mungkin sekedar membantunya menyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak, mungkin juga dengan tindakan-tindakan lain, asal tak salah niat kita. Kalau kita terlibat dengan pekerjaan di dapur, memandikan anak, atau menyuapi si mungil sebelum mengantarkannya ke TK, itu bukan karena gender-friendly; tetapi semata karena mencari ridha Allah. Sebab selain niat ikhlas karena Allah, tak ada artinya apa yang kila lakukan. Kita tidak akan mendapati amal-amal kita saat berjumpa dengan Allah di yaumil-kiyamah. Alaakullihal, apa yang ingin Anda lakukan, terserah Anda. Yang jelas, ada pengakuan untuknya, baik lewat ucapan terima kasih atau tindakan yang menunjukkan bahwa dialah yang terkasih. Semoga dengan kerelaan kita untuk menyatakan terima-kasih, tak ada airmata duka yang menetes dari kedua kelopaknya. Semoga dengan kesediaan kita untuk membuka telinga baginya, tak ada lagi istri yang berlari menelungkupkan wajah di atas bantal karena merasa tak didengar. Dan semoga pula dengan perhatian yang kita berikan kepadanya, kelak istri kita akan berkata tentang kita sebagaimana Bunda ‘Aisyah radhiyallahu anha berucap tentang suaminya, Rasulullah Saw., “Ah, semua perilakunya menakjubkan bagiku.”
Sesudah engkau puas memandangi istrimu yang terbaring letih, sesudah engkau perhatikan gurat-gurat penat di wajahnya, maka biarkanlah ia sejenak untuk meneruskan istirahatnya. Hembusan udara dingin yang mungkin bisa mengusik tidurnya, tahanlah dengan sehelai selimut untuknya. Hamparkanlah ke tubuh istrimu dengan kasih-sayang dan cinta yang tak lekang oleh perubahan, Semoga engkau termasuk laki-laki yang mulia, sebab tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia.
Sesudahnya, kembalilah ke munajat dan tafakkurmu. Marilah kita ingat kembali ketika Rasulullah Saw. berpesan tentang istri kita. “Wahai manusia, sesungguhnya istri kalian mempunyai hak atas kalian sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka. Ketahuilah,” kata Rasulullah Saw. melanjutkan, ‘kalian mengambil wanita itu sebagai amanah dari Allah, dan kalian halalkan kehormatan mereka dengan kitab Allah. Takutlah kepada Allah dalam mengurus istri kalian. Aku wasiatkan atas kalian untuk selalu berbuat baik.” Kita telah mengambil istri kita sebagai amanah dari Allah. Kelak kita harus melaporkan kepadaAllah Taala bagaimana kita menunaikan amanah dari-Nya apakah kita mengabaikannya sehingga gurat-gurat an dengan cepat menggerogoti wajahnya, jauh awal dari usia yang sebenarnya? Ataukah, kita sempat tercatat selalu berbuat baik untuk isti, Saya tidak tahu. Sebagaimana saya juga tidak tahu apakah sebagai suami Saya sudah cukup baik jangan-jangan tidak ada sedikit pun kebaikan di mata istri. Saya hanya berharap istri saya benar-banar memaafkan kekurangan saya sebagai suami. Indahya, semoga ada kerelaan untuk menerima apa adanya.
Hanya inilah ungkapan sederhana yang kutuliskan untuknya. Semoga Anda bisa menerima ungkapan yang lebih agung untuk istri Anda. by Facebook Comment

sambutlah jodoh dengan senyum




Enteng jodoh. Diatara doa yang selalu dipanjatkan orang tua kepada Allah untuk anak gadisnya. Juga tentunya diidamkan oleh gadis itu sendiri. Jodoh memang sesuatu yang gaib seperti halnya rezeki, hidup, dan mati. Perkara-perkara ini sudah ditetapkan Allah 50.000 tahun sebelum penciptaan alam ini. Karena termasuk misteri Ilahi, makanya orang banyak berharap dan berdoa yang baik-baik, enteng jodoh, luas rezeki, badan sehat dan sebagainya.
Jodoh adalah bagian dari hidup, tak heran bila dalam menghadapinya bermacam-macam sebagaimana menghadapi hidup. Ada yang pesimis, tak sedikit pula yang pesimis.
Optimis vs Pesimis
Sikap optimis biasanya bila perempuan itu merasa mempunyai nilai ‘jual’. Nilai ‘jual’ di sini biasanya mempunyai hal-hal yang secara lahiriyah bagus. Punya wajah cantik adalah faktor utama wanita lebih percaya diri, apalagi bila ditunjang dengan kekayaan dan kepintaran, percaya diri pun lebih besar lagi.
Padahal tidak satupun dalil, bahwa peluang jodoh lebih cepat didapatkan oleh mereka yang memiliki sifat serba unggul. Pengalaman riil di lapangan kerap kali menjungkirbalikkan asumsi-asumsi kita selama ini.
Adapun sikap pesimis biasanya karena perempuan itu merasa banyak kekurangan. Misalnya merasa tidak cantik, sudah tua, pendidikan rendah, tidak bisa masak, orang miskin, latar belakang keluarga yang kurang harmonis serta sederet kekurangan lainnya. Hal ini dirasakan bukan saja sebelum ada orang yang berminat. Bahkan ketika perempuan itu dalam masa proses taaruf. “Aku tidak sebaik yang mereka katakan, mungkin mereka tidak tahu kekurangan-kekuranganku, kalau ditulis mungkin bisa berlembar-lembar, “ begitu kata seorang gadis pada laki-laki yang berminat kepadanya.
Bagi gadis usia di bawah 25 tahun mungkin masih optimis saja, toh dia merasa mudah dan masih merasa punya nilai ‘jual’, tapi ketika usia beranjak naik. Kekhawatiran pun mulai datang. Sehingga ada seorang teman berkelakar, usia 17-20 tahun seorang gadis akan berkata, “Siapa saya?,” 20-25 tahun akan berkata, “Siapa kamu?,” tapi kalau sudah 25-30 tahun akan berkata, “Siapa saja?,” dan usia 30 tahun ke atas akan berkata, “ Siapa mau akan dapat hadiah!.”
Afwan, kelakar ini bukan dalam rangka menyudutkan anda para gadis senior. Namun mengambil kesimpulan dari apa yang terjadi pada umumnya, walaupun tidak bisa digeneralisir. Ya realitanya memang demikian para lelaki berburu daun muda. Tengok misalnya saat lelaki mulai banyak menceritakan tentang kebaikan seorang wanita, tapi langsung berhenti lantaran diberitahu soal usianya, lalu berkata, “Sayang ya sudah tua.” Bagaimana pula laki-laki yang mundur teratur dalam proses taaruf setelah mengetahui usia calonnya. Tentunya banyak peristiwa lain yang membuat pilu.
Impian besar
Wanita mana yang berharap berat jodoh, tentu saja tidak ada, yang ada cuma enteng jodoh. Bahkan dalam benak setiap wanita yang belum menikah apalagi yang sudah ‘berumur’ sekalipun, datangnya jodohmerupakan sebuah impian besar. Impian menjadi seorang istri, sekaligus seorang ibu. Biasa tidur sendiri, kini berdua. Dulu tak ada tempat curhat kini ada pendengar setia, suami tercinta. Saat masih sendiri bila ada persoalan menyelesaikan sendiri, sekarang ada teman berbagi masalah. Biasanya saat pergi hanya seorang diri, kini ada yang menggandeng. Dan masih banyak lagi impian-impian besar tentang indahnya menjadi seorang istri.
Di balik impian besar itu, maka tak jarang rasa gundah apalagi usia kini merangkak ke angka 25 menjadi semacam ketakutan yang luar biasa bagai monster yang siap menerkam. Betapa banyak para gadis yang tidak percaya diri lantaran kekurangan yang ia miliki, sementara para lelaki dalam versi beberapa gadis hanya mau memilih gadis yang cantik. Akankah kita berkecil hati? Satu sisi kita ingin menikah sementara fisk kita ‘bukan’ idola laki-laki. Pada sisi lain, laki-laki egois hanya memandang kecantikan fisik sebagai pilihan.
Sebagai orang yang beriman tentu saja merasa ‘kalah’ dalam arena pencarian jodoh karena kekurangan yang dimiliki sementara laki-laki maunya yang cantik, shalihah, dan seabrek kriteria gadis ideal lainnya, bukan merupakan solusi yang terbaik. Justru yang perlu kita lakukan adalah tidak membenamkan diri terhadap ketidakpercayaan diri kita menjadi percaya diri, bahwa urusan jodoh merupakan hak prerogatif Allah. So, bagaimana melakukan perubahan diri lebih baik lagi, mulai dari menata diri agar baik luar dalam, juga memperbaiki seni bergaul, dan tak kalah penting dari semua itu adalah merubah paradigma dari konsentrasi mana yang harus dipilih menjadi konsentrasi pada perubahan diri ke arah yang lebih baik.
Sambutlah..
Seorang wanita wajar berharap mendapat suami yang paling baik tak tekecuali anda, kendati usia tidak bersahabat lagi. Karena, memang fitrah setiap insan ingin mendapatkan yang terbaik. Juju saja, saat usia seorang wanita mulai beranjak dari 25 tahun seperti yang dialami oleh banyak para gadis rasa cemas mulai menggelayuti pikirannya. Jangan-jangan jodohku tak kunjung tiba apalagi merasa banyak kekurangan, sepertinya tak ada sesuatu dalam diri yang bisa membuat laki-laki tertarik.
Kecemasan itu wajar, tapi jangan terlalu didramatisir. Mungkin saja anda merasa mempunyai kekurangan, tapi yakinlah setiap manusia mempunyai keunikan tersendiri. Siapa pun dia, pasti ada keunikan dalam dirinya. Tak sedikit kita melihat tampang oke banget, tapi perilaku buruk, atau ada juga tampang kaya artis sinetron tapi gonta ganti lelaki, naudzubillah. Ada pula tampang sih biasa-biasa saja tapi kepribadian yang kuat dengan didasari keimanan yang benar sehingga yang tampak dalam dirinya yang indah-indah saja, seperti akhlak yang bagus, penyayang, senyum yang tulus, dan sifat-sifat mulia yang lainnya justru membuat laki-laki merasa simpai, karena wanita yang mulia jaman kiwari langka, seribu satu. Dari sekian seribu wanita itu, tentu saja kita berharap andalah yang satu itu.
Memang laki-laki menyukai keindahan. Tetapi harus kita pahami arti dari sebuah keindahan. Keindahan itu bisa muncul dari semua wajah wanita tak terkecuali anda. Jadi, bagaimanapun bentuk wajah anda keindahan bisa muncul dan memancar dari wajah anda. Kok bisa? Terang saja karena keindahan itu adalah perpaduan antara keserasian dan keselarasan. Wanita yang serasi dan selaras mudah menjadi orang yang indah.
Bisa saja anda secara lahir tak terlalu cantik tapi karena akhlak yang baik bisa membuat anda is the best. Keindaha akhlak seperti pemaaf, pemurah, penyayang, jujur, taat kepada Allah, dan sifat yang mulia lainnya akan bisa menutupi kekurangan secara lahir.
Itu artinya, dengan siapa pun anda bergaul akan membuat semua orang terkenang anda. Setiap kali orang bertemu dengan anda, ia akan merasa tenang, sejuk, bahkan bertambah keimanan sesorang. Sehingga sesorang merasa sulit untuk berpisah dengan anda. Kebaikan dan keindahan akhlak anda menyebar kemana-mana, maka jangan heran bila banyak laki-laki yang antri untuk mendapatkan anda.
Sebab banyak lelaki shalih yang mendamba pendamping hidupnya yang memiliki keindahan akhlak walau secara fisik biasa-biasa saja. Sebaliknya, seberapa pun cantiknya seorang wanita kalau tidak mempunyai keindahan akhlak tidak akan dipilih oleh laki-laki shalih. Wanita seperti ini tentu saja akan menjadi pilihan laki-laki yang kurang bagus agamanya.
Jadi tidak berlebihan bila Nabila mengajak anda tersenyum menyambut jodoh karena insyaallah anda seorang wanita yang memiliki keindahan akhlak yang akan menjadi perhatian semua orang. Wallahu a’lam. (Ree dan AF)
Dikutip dari Majalah Nabila, Maret 2006. by Facebook Comment

Sabtu, Februari 21, 2009

adab do'a

بسم الله الرحمن الرحيم

KEUTAMAAN BERDO’A
Allah Ta’ala berfirman :
وقال ربكم اعوني أستجب لكم إن الذين يستكبرون عن عبادتي سيدخلون جهنم داخرين ( المؤمن : 60 )
Dan robmu berfirman : Berdo’alah kepada-KU niscaya akan KU perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang orang yang menyombongkan diri dari menyembahku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina. ( QS Al Mu’min : 60 )
Dan firman Allah yang lain :
وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعاني فايستجيبوا لي وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون ( البقرة : 186 )
Dan apabila hamba hamba KU bertanya kepadamu tentang Aku maka jawablah,bahwasanya Aku adalah dekat Aku mengabulkan permohonan orang orang yang mendo’a apabila ia berdo’a kepada Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintahku dan hendaklah mereka beriman kepadaku agar mereka selalu berada dalam kebenaran. ( QS Al Baqoroh : 186 )
Nabi bersabda :
ألدعاء هو العبادة قال ربكم أدعوني أستجب لكم
Do’a adalah ibadah. Rob kalian telah berfirman : Berdo’ala kepadaku niscaya Akan Ku perkenankan bagimu . ( Abu dawud 2/ 78, At Tirmidzi 5/ 211, Ibnu Majah 2/ 1258 )
Nabi juga bersabda :
إن ربكم تبارك وتعالى حيي كريم يستحيي من عبده إذا رفع يديه إليه أن يرد هما صفرا .
Sungguh, Rob kalian Maha pemalu dan pemurah.Ia malu kepada hambaNya apabila ia mengangkat kedua tangannya kepadaNya, jika Ia mengembalikan kedua tangannya itu dalam keadaan kosong ( tidak di kabulkan Doanya )
( HR Abu dawud 2/ 78, At Tirmidzi 5/ 557, Ibnu Majah 2/ 1271 Ibnu hajar mengomentari : sanadnya jayyid )
Nabi juga bersabda :
ما من مسلم يدعوا الله بدعوة ليس فيها إثم ولا قطيعة رحم إلا أعطاه الله بها إحدى ثلاث إما أن تعجل له دعوته وإما أن يدخرها له في الأخرة وإما أن يصرف عنه من السوء مثلها قالوا إذا نكثر قال الله أكثر
Tidaklah seorang muslim berdo’a kepada Allah dengan permintaan yang di dalamnya tidak terdapat dosa atau permutusan silatr rohim kecuali Allah pasti memberikan kepadanya, karena do’a itu sala satu dari tiga Hal : Bisa jadi Allah segera mengabulkan do’anya itu, atau Dia menyimpan do’a untuknya di akherat atau Dia menghindarkannya dari keburukan yang sebanding dengan do’anya Para sahabat berkata : jika demikian kami akan memperbanyak do’a. Beliau bersabda : Allah lebih banyak lagi pemberiannya.
( HR At Tirmidzi 5/ 566, dan 5/ 462, Ahmad 3/ 18 )

ADAB ADAB BERDO’A DAN SEBAB SEBAB DI KABULKANNYA DO’A

1. Keikhlasan kepada Allah
2. memulai do’a dengan membaca hamdalah dan sholawat Nabi, juga mengakhirinya dengan itu.
عن فضالة بن عبيد رضي الله عنه قال :سمع رسول الله صلى الله عليه وسملم رجلا يدعو في صلاته لم يمجد الله تعالى ولم يصل على النبى فقال رسول الله : ((عجل هذا ثم دعاه فقال له أو لغيره : إذا صلى أحدكم فليبدأ بتحميدربه سبحانه والثناء عليه ثم يصلى على النبى ثم يدعو بعد بما شاء (رواه الترميذى حديث حسن صحيح )
3. Sungguh sungguh dalam berdo’a dan yakin akan di kabulkan.
4. Banyak mengulang do’a dan tidak tergesa gesa untuk di kabulkan.
5. Kehadiran hati sewaktu berdo’a.
عن أبى هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسملم : (( ادعو الله وأنتم موقنون بالإجابة واعلموا أن الله تعالى لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه ( رواه الترميذى اسناده ضعيف )
6. Berdo’a baik dalam keadaan lapang maupun berat.
7. Hanya berdo’a kepada Allah semata mata.
8. Tidak berdo’a untuk kejelekan : keluarga, harta, anak dan diri sendiri.
9. Merendahkan suara dalam berdo’a, tidak terlalu pelan dan tidak terlalu keras.
10. Mengakui dosa dan beristighfar ( memintak ampunan ) kepada Allah. Mengakui niokmat dan bersyukur kepada Allah terhadap nikmatNYa.
11. Tidak perlu membuat kalimat bersajak di dalam berdo’a.
12. Rendah hati, khusyu’, di sertai perasaan berharap dan takut.
13. Mengembalikan apa saja yang di peroleh secara Dzalim, di iringi dengan taubat.
14. Berdo’a tiga kali.
عن ابن مسعود رضي الله عنه : ((أن رسول الله صلى الله عليه وسملم كان يعجبه أن يدعو ثلاثا ويستغفر ثلاثا ( رواه أبو داود )
Dari ibnu mas’ud : bahwasanya Rosululloh suka berdo’a tiga kali dan beristighfar tiga kali. ( HR Abu dawud )
15. Menghadap kiblat.
16. Mengangkat tangan ketika berdo’a.
عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسملم إذا رفع يديه في الدعاء لم يحطهما حتى يمسح بهما وجهه. ( رواه الترميذى قال إنه حديث صحيح )
Dari Umar bin Khotthob ra ia berkata : Rosululloh SAW jika berdo’a mengangkat kedua tangannya dan tidak menurunkan kedua tangannya sanpai beliau mengusapkannya kewajahnya. ( HR Tirmidzi ia berkata : Sesungguhnya ini adalah hadits yang shohih )
17. Berwudhu sebelum berdo’, apabila bisa di lakukan dengan mudah.
18. Jangan sampai berlebih lebihan dalam berdo’a.
19. Hendaklah memulai berdo’a untuk diri sendiri, apabila hendak mendo’akan orang lain.
ربنا اغفرلي ولوالدي وللمؤمنين يوم يقوم الحساب ( إبراهيم : 41 )
رب اغفرلي ولوالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا وللمؤمنين والمؤمنات ( نوح : 28 )
20. Bertawasul kepada Allah dengan nama namaNya yang indah dan sifat sifatNya yang maha tinggi dengan amal sholih yang pernah di lakukan, atau dengan perantaraan do’a orang sholih yang masih hidup dan berada di hadapannya.
21. Hendaklah makanan dan pakaian orang yang berdo’a itu halal.
22. Tidak berdo’a, memintak sesuatu yang mengandung dosa atau permutusan hubungan silaturrohim.
23. Hendaklah melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
24. menjauhkan diri dari seluruh perbuatan maksiat.

WAKTU WAKTU, KEADAAN KEADAAN DAN TEMPAT TEMPAT DI KABULKANNYA DO’A


1. Pada malam laialatil qodar
عن عائشة رضي الله عنها قالت : (( قلت يا رسول الله إن علمت ليلة القدر ما أقول فيها : قال لي : اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني . ( قال الترميذى حديث حسن صحيح )
Dari ‘Aisyah ra ia berkata : Saya berkata kepada Rosulalloh SAW, Wahai Rosululloh, jika aku mengetahui malam lailatul qodar apa yang harus aku katakana, beliau bersabda : Katakanlah Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Engkau suka mengampuni maka ampunilah aku. ( Tirmidzi berkata : ini hadits hasan shohih )
2. Pada akhir malam dan seusai sholat sholat wajib.
3. Antara adzan dan iqomah.
الدعوة لا ترد بين الأذن والإقامة فادعو ( رواه أحمد )
Do’a antara adzan dan iqomah itu tidak di tolak maka berdo’alah. ( HR Ahmad )
4. Pada saat tertentu di setiap malam.
5. Ketika dikumandangkan adzan untuk melaksanakan sholat sholat wajib.
6. ketika turunnya hujan.
7. Ketika pasukan bergerak untuk berperang di jalan Allah.
( Surat Al Anfal : 45 – 47 )
8. Pada saat tertentu, di hari jum’at.
9. ketika meminum air zam zam, dengan niat yang tulus.
10. Pada waktu sujud.
11. Pada waktu terbangun di malam hari, dengan do’a yang ma’tsur ( terdapat riwayatnya dari nabi ) mengenai saat itu.
12. Apabila seseorang tidur dalam keadaan bersuci, kemudian terbangun di waktu malam dan berdo’a.
13. Ketika berdo’a :
لاإله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين
Tiada ilah selain Engkau Maha suci Engkau. Sungguh aku termasuk orang orang yang dzalim.
14. do’a orang lain,setelah wafatnya mayit.
15. Do’a yang di lakukan setelah memuji Allah dan membaca sholawat Nabi di dalam tasyahud akhir.
16. Ketika berdo’a kepada Allah dengan “ nama-Nya Yang Agung “, yang apabila di gunakan untuk berdo’a kepada-Nya Dia pasti mengabulkan, dan apabila di gunakan untuk memohon kepadanya Dia pasti memberi
17. Do’a seorang muslim untuk saudara muslimnya, dari kejahuan.
18. Do’a pada hari Arofah, di padang Arofah.
قال رسول الله صلى الله عليه وسملم : خير الدعاء يوم العرفة وخير ما قلت أنا والنبيون من قبلي, لا إله إلا الله وحدهل لاشريك له, له الملك وله الحمد وهو على كل شىء قدير. حديث حسن
19. Do’a pada bulan Romadhon.
20. Pada saat kaum muslimin berkumpul di dalam majlis majlis dzikir.
21. Pada saat mengucapkan do’a, ketika tertimpa musibah dengan :
إنا لله وإنا إليه راجعون اللهم اجرني في مصيبتي واخلف لي خيرا منها
Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami kembali, Ya Allah, berilah aku di dalam musibahku, dan berilah aku penggamnti yang lebih baik darinya.
22. Do’a yang di ucapkan dengan sepenuh hati dan benar benar ikhlas kepada Allah.
23. Do’a yang di aniaya kepada yang menganiaya.
24. Do’a orang tua untuk kebaikan anaknya atau untuk keburukannya.
25. Do’a yang sedang musafir ( bepergian ).
26. Do’a orang yang sedang berpuasa, selama ia belum berbuka.
27. Do’a orang yang berpuasa, ketika ia berbuka.
28. Do’a yang di lakukan oleh orang yang dalam keadaan terjepit.
29. Do’a yang di ucapkan oleh imam yang adil.
30. Do’a anak yang berbakt, untuk kedua orang tuanya.
31. Do’a yang di ucapkan setelah wudl, apabila seseorang berdo’a dengan do’a doa yang ma’tsur.
32. Do’a setelah melempar jumroh As Sughroh.
33. Do’a setelah melempar jumroh wustho.
34. Do’a yang di ucapkan di dalam ka’bah dan yang di ucapkan oleh orang orang yang melakukan sholat di hijir ismail, karena ia termasuk baitul haram.
35. Do’a yang di ucapkan di bukit shofa.
36. Do’a yang di ucapkan di marwah.
37. Do’a yang di ucapkan di masy’aril haram.( Masy’aril haran adalah bukit quza di muzdalfah )
Seorang mukmin senantiasa berdo’a kepada robnya di manapun ia berada.
( QS Al Baqoroh : 186 )
Hanya saja waktu waktu dan keadaan keadaan dan tempat tempat yang telah tersebut di atas, hendaklah lebih mendapatkan perhatian.

PROLOG

Dalam espedisi jihad , suatu ketika Qutaibah bin Muslim mengumpulkan para tokoh tokoh untuk konsolidasi, namun beliau kehilangan satu di antara mereka yakni muhammad bin waasi’, beliau memerintahkan salah seorang pasukannya untuk mencari beliau. Ternyata di dapatkan bahwa beliau sedang mengangkat tangannya untuk berdo’a.Hal itu di laporkan kepada Qutaibah bin Muslim. Beliau berkata : Biarkanlah ia demi Allah Muahmmad bin Waasi’ itu lebi aku sukai dari pada seribu bila pedang pilihan yang di pegang oleh seribu orang jagoan.
Diriwayatkan oleh muslim bahwa ada tiga orang yang terjebak di dalam gua dan akhirnya hanya dapat selamat dengan do’a. kita perna pula mendengar bahwa imam ahmad mendo’akan seorang ibu yang lumpuh. Seketika ibu tersebut sembuh dari sakitnya. Kisa tentang betapa ampuhnya do’a tersebut amat banyak kita dapatkan pada masa salaf. Bahkan sahabat Sa’ad bin Abi waqosh tidak pernah tertolak do’anya.
Namun hari ini, betapa kita kehilangan keampuhan do’a yang merupakan senjata bagi orang mukmin. Bukan berarti do’a sudah tidak layak lagi untuk di terapkan pada abad modern ini, bukan pula karena Allah tidak sudi lagi mengkabulkan do’a hambanya, namun keampuan tersebut lenyap karena adanya penghalangh yang dilakukan oleh manusia sendiri. Karena mereka melanggar aturan yang telah di gariskan olah Allah yang menyebabkan terhalangnya do’a Pelanggaran tersebut berupa makan minum dan memakai sesuatu tyang dari yang haram.

Di abada milinium ini, tak terbilang lagi banyaknya jenisnya makanan, minuman pakaian ataupun kosmetika yang muncul dengan berbagai kemasan dan merk. Ironisnya kaum muslimin tidak selektif dalam memilah dan memilih barang barang yang mereka konsumsi di samping mininya pengetahuan mereka tentang jenis barang barang yang haram. Barang kali inilah masa yang di janjikan oleh Rosululloh :
“ Akanada di antara umatku yang memakan beraneka ragam makanan dan minuman, berpakaian dengan segala macam jenis pakaian dan asal bicara, mereka itulah seburuk buruk ummatku” ( HR Thobroni )
Akibat buruk dari barang barang haram tersebut amat banyak namun kalau saja tidak ada akibat lain dari mengkosumsi barang haram selain terhalangnya do’a, maka ini adalah mala petaka yang besar karena orang orang yang telah kehilangan keampuhan do’anya berarti dia telah kehilangan senjata yang paling ampuh untuk meraih cita citanya. Ibnul qoyyim berkata : Do’a merupakan sarana yang paling ampuh untuk mendapatkan sesuatu yang di cari dan menolak sesuatu yang di benci.

PENGHALANG UTAMA DO’A

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسملم: إن الله تعالى طيب لا يقبل إلا طيبا وإن الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين فقال تعالى : يأيها الرسل كلوا من الطيبات واعملوا صالحا وقال السفر أشعث أغبر يمد يديه إلى السماء يا رب يا رب ومطعمه حرام ومشربه حرام وملسبه حرام وغذي بالحرام فأنى يستجاب له.
Dari Abu hurairoah ia berkata : Rosululloh bersabda : Sesungguhnya Allah itu Maha Baik, tidak menerima kecuali yang baik, Dan Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang orang mukmin sebagaimana yang di perintahkan kepada para Rosul,maka Allah berfirman : Wahai para Rosul, makanlah dari apa apa yang baik, dan beramallah kalian dengan amal yang sholih. Dan Allah berfirman : Hai orang orang yang beriman, makanlah dari apa apa yang baik yang aku rizkikan kepada kalian. Kemudia beliau meyebutkan tentang seorang laki laki yang telah jauh perjalanannya, berambut kusut lagi berdebu dia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdo’a, Ya Rob… Ya Rob…sedangkan ia makan dari yang haram, minum dari yang haram, berpakaian dari yang haram, dan tumbuh dari yang haram, bagaimana mungkin akan terkabul do’anya?
Hadits ini mengisyaratkan kepada kita tentang adab dan waktu yang tepat untuk berdo’a sekaligus untuk menjelaskan tentang factor utama yang menghalangi terkabulnya do’a. beliau menyebutkan dalam hadits tersebut bahwa termasuk sebab di kabulkannya do’a :
Pertama : Safar ke tempat yang jauh. Ketika seseorang sedang melakukan safa dia memiliki kesempatan yang baik untuk berdo’a, sebagaimana yang di riwayatkan oleh Abu Hurairoh ra bahwa Rosululloh SAW bersabda :
“ Tiga macam do’a yang tidak di ragukan lagi akan di kabulkan, yakni do’anya orang yang sedang di dzalimi, do’a orang yang sedang safar, dan do’a kedua orang tua untuk anaknya. ( HR Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah )
Kedua : Kusut masai dan berdebu lantaran safar, keadaan ini jugamenjadi sebab terkabulnya do’a sebagaimana hadits yang masyhur :
“ Sering kaliorang yang kusut masai dan berdebu mengenakan pakaian yang lusuh sehingga di tolak manusia ketika mengetuk pintu, padahal seandainya dia bersumpah atas nama Allah niscaya akan Allah kabulkan “
Ketiga : Menengadahkan kedua tangannya ke langit. Hal ini merupakan sebab yang agung terkabulnya suatu do’a. Rosululloh bersabda :
“ SesungguhnyaAllah Maha Hidup lagi Maha pemurah, Dia malu apabila seorang hamba menengadahkan kedua tangannya kepada-Nya lalu menurunkan tangan dalam keadaan hampa. “ ( HR Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah )
Ke empat : Merendahkan diri kepada Allah seraya menyebut Rububiyah Allah. Ini adalah factor yang paling utama terkabulnya do’a. Al bazzar meriwayatkan dari ummul mukminin ‘Aisyah secara marfu’ :
إذا قال العبد يا رب أربعا قال الله لبيك عبدي سل تعطه
“ Apabila seorang hamba menyeru Ya Rob.. Ya Rob.. Ya Rob..Ya Rob.. Maka Allah berfirman : Labbaik wahai hamba-Ku mohonlah niscaya engkau akan di beri”
Barang siapa yang memperhatikan do’a-do’a yang terdapat dalam Al Qur’an niscaya akan mendapatkan betapa banyak do’a yang di awali dengan kata : Robbana ..” Wahai Robku.. seperti Robbana atina … Robbna hablana …Robbana ighfirlana.. Robbana laa tuakhidhna.. dan sebagainya.
Akan tetapi kendatipun sesorang berada dalam kesempatan dan saat yang paling tepat untuk berdo’a, juga menekuni adab adab pada saat berdo’a sebagaimana telah di paparkan diatas, di katakana oleh Nabi: Faanna yustajaabu lahu ? Maka bagaimana mungkin akan di kabulkan do’anya ? yang demikian itu karena dia melakukan perbuatan yang menghalangi terkabulnya do’a yakni makan, minum, dan berpakaian dari yang haram. Lantas bagaimana halnya dengan orang yang tidak menekuni adab dalam berdo’a sedangkan dia enjoy dengan barang barang yanga haram ? tentu lebih jauh lagi kemungkinan terkabul do’anya.
Dapat pula kita ambil kesimpulan dari hadits diatas bahwa menghindarkan diri dari barang barang yang haram adalah merupakan factor utama di kabulkannya do’a. Ikrimah bin Amar meriwayatkan dari Al Ashfar bahwa suatu ketika ada sesorang bertanya kepada sa’ad bin abi waqosh : Wahai Sa’ad dengan sebab apa anda di kenal sebagai orang yang makbul do’anya ? Beliau menjawab : Tiada aku mengangkat satu suap makananpun kedalam mulutku melainkan aku mengetahui dari mana asal makanan tersebut.
Jika meninggalkan perkara perkara yang haram merupakan factor utama terkabulnya do’a, demikian pula dengan mengerjakan amal amal sholih, inipun merupakan sebab bagi terkabulnya suatu do’a. Karena itulah Wahab bin Munabbih berkata :
“ orang yang berdo’a tanpa beramal sholih ibarat memanah tanpa tali busur.”
Akhirnya marilah kita bermuhasabah terhadap apa yang telah kita kerjakan, betapa kerapnya do’a kita panjatkan kepada Allah, betapa seringnya kita mendengarkan iostighitsah kubro di gelar, namun mengapa bangsa ini belum juga mentas dari multi krisis yang menerpa ? Apakah hal ini di sebabkan akrabnya masyarakat kita denganm barang barang yang haram maupun yang syubhat. Ataukah mereka hanya berdo’a namun dalam waktu yang bersamaan menetang hokum hokum Allah dan tidak mau tunduk dengan aturan aturannya ?
Ya Allah kabulkanlah do’a kami, sesungguhnya Engkau Maha mengabulkan do’a. by Facebook Comment

Minggu, Februari 15, 2009

MENELUSURI JEJAK GAGASAN NURCHOLISH MADJID TENTANG SEKULARISASI

MENELUSURI JEJAK GAGASAN NURCHOLISH MADJID TENTANG SEKULARISASI

Oleh: Adnin Armas, MA*

Pemikiran Nurcholish Madid (1939-2005) memang tidak bisa diabaikan dalam pembaruan (dulu sering disebut pembaharuan) pemikiran Islam di Indonesia. Nurcholish menyampaikan gagasan sekularisasi pertama kali pada tanggal 3 Januari 1970 dalam makalahnya yang berjudul “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat.” Nurcholish menyampaikan pidatonya di aula Menteng Raya 58, Jakarta (Gedung Pertemuan Islamic Research Centre), dalam acara malam silaturahim organisasi pemuda, pelajar, mahasiswa dan sarjana Muslim yang tergabung dalam HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GPI (Gerakan Pemuda Islam), PII (Pelajar Islam Indonesia) dan Persami (Persatuan Sarjana Muslim Indonesia), menggantikan Dr. Alifan yang seharusnya menjadi pembicara utama. Dalam pidato tersebut, Nurcholish menganjurkan sekularisasi sebagai salah satu bentuk liberalisasi atau pembebasan terhadap pandangan-pandangan keliru yang telah mapan. Akibatnya, gagasan sekularisasi Nurcholish menuai reaksi, memicu pro-kontra. Tidak kurang dari seratus tulisan artikel pada tahun 1970-an terbit untuk menanggapi tulisan Nurcholish. Kritik dalam bentuk buku juga dilakukan oleh Prof. Rasyidi dan Endang Saefuddin Anshari. Prof. Rasyidi menulis sebuah tulisan berjudul Sekularisme dalam Persoalan Lagi: Suatu Koreksi Atas Tulisan Drs Nurcholish Madjid (Jakarta: Yayasan Bangkit, 1972); Suatu Koreksi Lagi Bagi Drs. Nurcholish Madjid (Jakarta: DDII, 1973). Semuanya diterbitkan sebagai buku oleh Bulan Bintang. Endang Saefuddin Anshari menulis Kritik Atas Paham dan Gerakan “Pembaruan” Drs Nurcholish Madjid (Bandung: Bulan Sabit, 1973).
Tulisan di bawah ini akan menelusuri pemikiran Nurcholish tentang sekularisasi. Gagasan yang dianjurkan Nurcholish itu, merupakan awal dari pembaruan pemikiran Islam.

Perubahan Pemikiran
Pemikiran Nurcholish mengenai sekularisasi menunjukkan sebuah perkembangan ide. Sebelum menganjurkan sekularisasi pada tanggal 3 Januari 1970, Nurcholish dikenal sebagai seorang yang dengan tegas menolak pemikiran sekular. Dalam makalahnya, “Modernisasi Ialah Rasionalisasi Bukan Westernisasi,” Nurcholish menolak gagasan sekular yang terumuskan dalam “Berikan kepada kaisar apa yang menjadi kepunyaan kaisar (urusan duniawi), dan berikan kepada Tuhan apa yang menjadi kepunyaan Tuhan (urusan ukhrawi).” Nurcholish menyatakan:
“Seorang sekular yang konsekuen dan sempurna, adalah seorang ateis. Dan seorang sekular yang kurang konsekuen, akan mengalami kepribadian yang pecah (split personality). Di satu pihak mungkin dia tetap mempercayai adanya Tuhan, malahan menganut suatu agama, di lain pihak tidak mengakui kedaulatan Tuhan dalam masalah-masalah kehidupan duniawinya, melainkan hanya mengakui adanya kedaulatan-penuh manusia. Tegasnya, dalam masalah duniawi, seorang sekular pada hakikatnya tidak lagi ber-Tuhan, jadi ia adalah ateis.”
Nurcholish juga menyatakan:
“Kaum sekular yang kurang konsekuen (tidak sepenuhnya menjadi ateis), karena keadaan kepribadiannya yang pecah itu, akan mengajak kita untuk menganut paham bahwa kehidupan keagamaan adalah kehidupan perseorangan (prive), yaitu bahwa kehidupan keagamaan hanya berfungsi untuk menghubungkan diri seseorang manusia dengan Tuhannya (ibadat dalam pengertian sempit), sedangkan untuk masalah-masalah duniawi, mereka mengajak kita untuk memecahkan dan menyelesaikannya dengan cara-cara dan atas landasan-landasan yang lain. Bagi agama lain selain Islam, mungkin hal itu dapat saja terjadi. Tetapi bagi Islam, pemisahan masalah akhirat dari masalah duniawi, masalah perseorangan dari masalah sosial, adalah suatu hal yang tidak mungkin. Dengan meminjam istilah yang datang dari pihak kaum sekular sendiri, Islam tidak mengenal pemisahan antara agama dan politik. Untuk orang bukan Islam, atau orang Islam nominal (statistik), pengertian itu pasti sukar sekali diterima. Sebab, sebagaimana dikatakan oleh ulama-ulama Islam, Islam adalah sekaligus akidah (kepercayaan), syari’ah (ajaran hidup) dan nizham (sistem). Sebagaiman dikatakan oleh V. N. Dean, Islam adalah integrasi-mutlak agama, sistem politik, cara hidup dan interpretasi sejarah.”
Masih dalam penolakannya kepada gagasan sekular, Nurcholish menegaskan: “Islam tidak mengenal masalah duniawi yang terpisah dari masalah ukhrawi. Setiap kegiatan seorang Muslim, dari yang besar, seperti yang menyangkut masalah kenegaraan, sampai yang sekecil-kecilnya, seperti langkah-kaki keluar-masuk rumah, tidak pernah terlepas dari pengawasan Tuhan dengan ajaran-Nya, yaitu Islam.” Nurcholish menyimpulkan disebabkan kaum sekularis tidak mau menjadikan agama sebagai sumber norma-norma asasi dalam kehidupan duniawinya, maka mereka mengganti keyakinan mereka dengan humanisme, sebuah agama baru hasil ciptaan manusia.
Penolakan Nurcholish terhadap gagasan sekular seperti di atas menguasai PB HMI waktu itu. Berbeda pemikiran dengan PB HMI waktu itu, pemikiran pimpinan HMI cabang Yogja lebih cenderung sekular. Djohan Effendi dan Ahmad Wahib telah menyampaikan sekularisasi sebagai keharusan dalam training-training HMI pada awal tahun 1969. Pemikiran senada juga diikuti oleh Manshur Hamid dan Dawam Rahardjo. Akibatnya, terjadi dua kubu pemikiran antara PB HMI dengan HMI Jawa Tengah, khususnya cabang Yogja. Djohan Effendi dan Manshur Hamid, pimpinan HMI Jawa Tengah waktu itu mengejek pemikiran Nurcholis dan menyebutnya sebagai Nurcholisme. Mengomentari ide-ide 3 Januari, Sugiat A.S. bekas ketua Badko dan anggota PB HMI secara berkelakar berkata: “Sekarang Nurcholish seharusnya keluar dari HMI, atau Wahib-Djohan yang kembali masuk.” Ahmad Wahib menilai penguasa militer di Indonesia seakan merangkul Nurcholish dan terus mengisolir Natsir dan selalu mencurigai orang-orang yang berhubungan dengan Natsir.” Profesor Boland yang bukunya berjudul “Struggle of Islam in Modern Indonesia,” yang terbit pada akhir tahun 1970 melihat perubahan yang nyata dalam tulisan-tulisan Nurcholish pada tahun 1968 dengan tahun 1970. Endang Saifuddin juga menganggap “Nurcholish sekarang sudah sangat lain dengan Nurcholish dulu.” Kalangan Islam yang saat itu menolak sekularisme dan liberalisme, yang sebelumnya memuji pemikiran Nurcholish dan menjulukinya sebagai ‘Natsir muda,” sangat kecewa. Nurcholish sendiri mengakui setelah ia menyampaikan makalah pada tanggal 2 (?) Januari 1970, “semua menjadi nggak karu-karuan.”
Fenomena perubahan pemikiran Nurcholish, dalam pandangan Ahmad Wahib, disebabkan oleh kehadiran Sularso, pendamping Nurcholish di PB HMI pada saat itu dan juga kepergian Nurcholish ke Amerika Serikat selama 2 bulan. Dalam catatan hariannya, Ahmad Wahib menggambarkan kehadiran Sularso, memaksa Nurcholish lambat laun untuk mempersoalkan kembali apa yang telah diyakininya. Sularso adalah pendobrak pertama pembaruan pemikiran Islam dalam tubuh HMI. Ahmad Wahib juga menyebutkan Nurcholish sebelum berangkat ke Amerika pada bulan Oktober 1968, sebagai orang yang anti Barat. Ketika seorang pejabat Kedutaan Besar Amerika Serikat ditanya mengapa Nurcholish yang anti Barat diundang untuk melihat Negara Barat terbesar, orang tersebut menjawab “sekedar memperlihatkan apa yang dia benci selama ini.”
Tidak ada tulisan yang mengungkap suasana dan aktivitas Nurcholish di Amerika pada saat itu. Yang jelas, pertengahan tahun 1960-an, di Amerika Serikat, Buku Harvey Cox yang berjudul The Secular City adalah kasus yang terkenal (cause célèbre). Sejak pertama kali dicetak dan diterbitkan pada tahun 1964, buku The Secular City telah terjual hingga lebih dari sejuta naskah. Jumlah tersebut diluar perkiraan pengarang dan penerbitnya sendiri. The Secular City adalah buku yang paling banyak didiskusikan oleh kalangan Protestan. Bagaimanapun, buku tersebut juga diminati para teolog Katolik. Hal ini nyata ketika Konsili Vatikan Kedua mau berakhir pada tahun 1965, para peserta Konsili membahas dalam satu sesi mengenai peran Gereja dalam dunia modern (Church in the modern world). Di sini isu yang diangkat oleh Harvey Cox menjadi sangat relevan. Dan tak ayal lagi The Secular City menjadi pembahasan hangat di antara para tokoh Katolik peserta Konsili Vatikan Kedua tersebut
Mungkin, pemikiran Harvey Cox yang diterima kalangan Protestan secara umum di Amerika Serikat memberi kesan yang mendalam terhadap Nurcholish yang saat itu baru berusia 28 tahun. Sekalipun ada kemungkinan Nurcholish telah mendengar pemikiran sekular dari “limited group” yang memang sudah terlebih dahulu akrab dengan pemikiran Harvey Cox, namun pemikiran Mukti Ali dkk belum memberi warna dalam pemikiran Nurcholish. Kunjungannya ke Amerika Serikat tampaknya menjadi titik-balik dari perubahan pemikirannya.

Menggulirkan Gagasan Sekularisasi
Nurcholish menggulirkan gagasan sekularisasi untuk pertama kalinya pada tanggal 3 Januari 1970. Ia menyampaikan gagasan tersebut dalam tulisannya berjudul “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat.” Dalam artikelnya, ia menyatakan pembaruan Islam harus dimulai dengan melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional dan mencari nilai-nilai yang berorientasi ke masa depan. Di sinilah proses liberalisasi terhadap ajaran-ajaran Islam, tegas Nurcholis, diperlukan. Proses ini menyangkut proses-proses yang lain seperti sekularisasi, Intellectual Freedom atau Kebebasan Berpikir, Idea of Progress dan Sikap Terbuka. Menurut Nurcholish, sekularisasi bukanlah menerapkan sekularisme, karena secularism is the name for an ideology, a new closed world view which function very much like a new religion. Sedangkan sekularisasi adalah liberating development.
Gagasan sekularisasi yang dilontarkan Nurcholish pada tanggal 3 Januari 1970, masih sangat sederhana (hanya satu lembar bolak-balik). Nurcholish juga masih menjadikan sekularisasi sebagai salah satu proses saja dari berbagai proses lain yang juga diperlukan dalam pembaruan pemikiran Islam. Selain itu, Nurcholish tidak memberi justifikasi yang mendalam terhadap gagasan sekularisasi. Ia juga tidak menyebutkan sumber pemikirannya. Namun, dengan melihat bahasa Inggris yang digunakan oleh Nurcholish dalam makalah tersebut, maka gagasan Nurcholish tersebut berasal dari pemikiran Harvey Cox. Dalam bukunya The Secular City (1965), Harvey Cox, seorang teolog dan sosiolog Universitas Harvard, berpendapat inti dari sekularisasi adalah perkembangan yang membebaskan (a liberating development). Harvey Cox menolak tegas sekularisme. Sebabnya, sekularisme adalah nama sebuah ideologi. Ia adalah sebuah pandangan hidup baru yang tertutup yang fungsinya sangat mirip dengan agama. Jadi, sekularisasi berbeda dengan sekularisme -- yaitu idiologi (isme) yang tertutup. Bahkan Harvey Cox menganggap sekularisme membahayakan keterbukaan dan kebebasan yang dihasilkan oleh sekularisasi. Oleh sebab itu, sekularisme harus diawasi, diperiksa dan dicegah untuk menjadi idiologi negara.
Makalah Nurcholish pada tanggal 3 Januari 1970 menunjukkan sekularisasi bukanlah sekularisme. Ini adalah ide Harvey Cox. Sekalipun pembahasan Nurcholish tentang sekularisasi masih sangat sederhana, namun gagasan Nurcholish pada saat itu telah menjadi isu yang sangat hangat. Mungkin hangatnya isu tersebut tidak terlepas dari posisinya sebagai Ketua Umum PB HMI dan berbagai pihak memiliki kepentingan tersendiri dalam wacana hubungan antara Islam dan Negara. Rezim orde Baru termasuk sangat diuntungkan karena saat itu ideologi Islam dianggap sebagai sebuah ancaman.
Setelah berbagai tanggapan dan kritikan muncul, Nurcholish memberi penjelasan mengenai pendapatnya. Dalam tulisannya yang kedua, “Beberapa Catatan Sekitar Masalah Pembaruan Pemikiran Dalam Islam,” (5 lembar) ia merasa perlu memaparkan istilah sekular secara bahasa. Baru dalam tulisan tersebut, nama Harvey Cox disebutkan ketika mengutip pendapat Harvey Cox mengenai perbedaan antara sekularisme dan sekularisasi.
Menurut Nurcholish, pendekatan dari segi bahasa akan banyak menolong menjelaskan makna suatu istilah. Oleh sebab itu, ia menerangkan tentang etimologi sekularisasi. Nurcholish menyatakan “Kata-kata “sekular” dan “sekularisasi” berasal dari bahasa Barat (Inggris, Belanda dan lain-lain). Sedangkan asal kata-kata itu, sebenarnya, dari bahasa Latin, yaitu saeculum yang artinya zaman sekarang ini. Dan kata-kata saeculum itu sebenarnya adalah salah satu dari dua kata Latin yang berarti dunia. Kata lainnya ialah mundus. Tetapi, jika saeculum adalah kata waktu, maka mundus adalah kata ruang.”
Sebenarnya, pemaparan etimologi kata sekular yang disebutkan Nurcholish juga merupakan ide Harvey Cox. Menurut Harvey Cox, istilah Inggeris secular berasal dari bahasa Latin saeculum yang berarti zaman sekarang ini (this present age). Ada satu kata lain dalam bahasa Latin yang juga menunjukkan makna dunia yaitu mundus. Kata saeculum lebih menunjukkan waktu (time) berbanding mundus yang menunjukkan makna ruang (space).
Dalam pandangan Cox, disebabkan dalam bahasa Latin, kata dunia memiliki dua kata yang berbeda, yaitu mundus dan saeculum, maka kata dunia dalam bahasa Latin adalah kata yang ambigu. Ambiguitas kata “dunia”, menurut Cox, sebenarnya mengungkapkan problem teologis yang dapat ditelusuri kembali dari perbedaan konsep antara orang Yunani kuno dan orang Yahudi dalam memandang realitas. Orang Yunani kuno memandang realitas itu sebagai suatu ruang, sebuah tempat. Peristiwa-peristiwa terjadi di dalam dunia, tetapi tiada satu pun yang penting terjadi kepada dunia. Sebaliknya, orang Yahudi menganggap dunia sebagai suatu waktu. Esensi dunia adalah sejarah. Peristiwa-peristiwa terjadi secara berurutan, bermula dari penciptaan dan menuju kesempurnaan. Yahudi menganggap bahwa dunia ini diciptakan Tuhan supaya manusia mencintainya dan membawa kesempurnaan. Ketegangan konsep antara filsafat Yunani kuno dan agama Yahudi dalam memandang realitas memiliki dampak terhadap pembentukan teologi Kristen sejak awal.
Setelah mengungkap etimologi kata sekular, Nurcholish berpendapat bahwa kata dunia adalah istilah yang paralel dalam bahasa Yunani kuno, Latin, dan bahasa Arab (al-Quran). Nurcholish kemudian menjelaskan:

“Itulah sebabnya, dari segi bahasa an sich pemakaian istilah sekular tidak mengandung keberatan apa pun. Maka, benar jika kita mengatakan bahwa manusia adalah makhluk duniawi, untuk menunjukkan bahwa dia hidup di alam dunia sekarang ini, dan belum mati atau berpindah ke alam baka. Kemudian, kata “duniawi” itu diganti dengan kata “sekular”, sehingga dikatakan, manusia adalah makhluk sekular. Malahan, hal itu tidak saja benar secara istilah, melainkan juga secara kenyataan.”

Jadi, secara etimologis, menurut Nurcholish, tidak ada masalah menggunakan kata sekular untuk Islam karena memang manusia adalah makhluk sekular. Dia jelaskan lagi:

“Dalam permulaan pemakaiannya, istilah sekular memang lebih banyak menunjukkan pengertian tentang dunia, yang secara tersirat tergambarkan sifat-sifatnya yang rendah dan hina. Tetapi, lama kelamaan pengertian yang tidak adil itu, dalam dunia pemikiran Barat, menjadi berkurang dan menghilang. Pengertian bahwa dunia ini adalah alam yang rendah dan hina merupakan tanggungjawab filsafat-filsafat hidup yang berlaku umum di dunia Barat waktu itu.”
Pendapat Nurcholish di atas sekedar mengulangi pemikiran Harvey Cox. Menurut Harvey Cox, kata secular menjadi bermakna negatif karena kata tersebut adalah korban pertama dari ketidakinginan orang Yunani kuno untuk menerima historisitas Ibrani. Agama Yahudi mengajarkan konsep sekular menunjukan “kondisi” (condition) dunia ini, pada zaman ini (this age), atau ‘masa sekarang’ (now). Zaman ini atau masa sekarang berarti peristiwa-peristiwa di dunia ini, dan ini juga bermakna peristiwa-peristiwa kontemporer. Penekanan makna yang ditentukan oleh waktu atau periode tertentu dianggap sebagai proses sejarah (historical process). Jadi, inti dari makna “sekular,” adalah konteks dunia berubah terus-menerus. Akhirnya, berujung pada kesimpulan, bahwa nilai-nilai keruhanian adalah relatif.
Harvey meneliti perubahan makna yang terjadi pada kata sekularisasi. Menurut Cox, sejak awal, disebabkan pengaruh Hellenistik, makna kata sekular sudah merujuk kepada sesuatu yang inferior. Sekular sudah bermakna perubahan di “dunia ini” bertentangan dengan “dunia agama” yang kekal-abadi. Implikasinya, dunia agama yang kekal-abadi, yang tidak berubah adalah benar. Karena itu, ia lebih hebat dari dunia “sekular” yang berlalu (passing) dan bersifat sementara (transient).
Makna kata sekular semakin memiliki konotasi negatif ketika terjadinya sintesis pada abad pertengahan antara Yunani kuno dan Ibrani (Hebrew). Sintesis itu ialah bahwa dunia ruang (spatial world) lebih tinggi dan lebih agamis, sedangkan dunia sejarah yang berubah adalah lebih rendah atau dunia “sekular”. Harvey Cox menyimpulkan dunia dianggap rendah karena lebih kuatnya pengaruh filsafat Hellenistik kepada ajaran Kristen dibanding ajaran Yahudi, simpul Cox.
Padahal, Bibel sudah menegaskan bahwa di bawah kekuasaan Tuhan segala kehidupan tergambar di dalam sejarah. Ajaran Bibel menyatakan bahwa kosmos tersekularkan. Tapi, pernyataan ini telah kehilangan gaungnya. Kata sekularisasi, yang pertamanya memiliki makna yang sangat sempit dan khusus, kemudian perlahan-lahan meluas. Sekularisasi yang pada awalnya bermakna proses pindahnya tanggung-jawab pendeta “yang agamis” menjadi kepada gereja yang terbatas, semakin meluas menjadi pemisahan kekuasaan antara Paus dan Kaisar. Sekularisasi bermakna pembagian antara institusi spiritual dan sekular. “Sekularisasi” bermakna pindahnya tanggung-jawab tertentu dari Gereja ke kekuasaan politik.
Makna yang sudah meluas ini terus berlanjut dalam periode Pencerahan (Englihtenment) dan Revolusi Perancis. Bahkan sekarang pun makna seperti ini tetap digunakan di negara-negara yang mewarisi budaya Katolik. Proses pindahnya sebuah sekolah atau sebuah rumah sakit dari Gereja ke administrasi publik, misalnya, disebut sekularisasi. Akhir-akhir ini, makna sekularisasi kembali mengalami perubahan. Kini, sekularisasi bermakna gambaran sebuah proses pada tingkat budaya, yang sejajar dengan tingkat politik. Sekularisasi berarti hilangnya diterminasi agamis terhadap simbol-simbol integrasi budaya. Sekularisasi budaya adalah hal yang lazim dan tak dapat dihindari dari sekularisasi politik dan sosial.
Jadi, menurut Harvey Cox, dunia ini tidak lebih rendah dari dunia agamis. Karena itu, sekularisasi adalah proses penduniawian hal-hal yang memang bersifat duniawi. Penjelasan Cox ini identik dengan penjelasan Nurcholish tentang “sekularisasi” dan “penduniawian.” Menurut Nurholish, konsep tentang dunia sebagai tempat hidup yang bernilai rendah dan hina bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, umat Islam tidak diperbolehkan curiga kepada kehidupan duniawi ini, apalagi lari dari realitas kehidupan duniawi. Sehingga, sekularisasi adalah proses penduniawian.
Sedangkan Nurcholish menjelaskan tentang ini, dengan menyatakan, pembedaan antara “sekularisasi” dan “sekularisme” semakin jelas jika dianalogikan dengan pembedaan antara rasionalisasi dan rasionalisme. Seorang Muslim harus bersikap rasional, tetapi tidak boleh menjadi pendukung rasionalisme. Rasionalitas adalah suatu metode guna memperoleh pengertian dan penilaian yang tepat tentang suatu masalah dan pemecahannya. Rasionalisasi adalah proses penggunaan metode itu. Analoginya, lanjut Nurcholish, sekularisasi tanpa sekularisme, yaitu proses penduniawian tanpa paham keduniawian, bukan saja mungkin, bahkan telah terjadi dan terus akan terjadi dalam sejarah. Sekularisasi tanpa sekularisme adalah sekularisasi terbatas dan dengan koreksi. Pembatasan dan koreksi itu diberikan oleh kepercayaan akan adanya Hari Kemudian dan prinsip Ketuhanan. Sekularisasi adalah keharusan bagi setiap umat beragama, khususnya ummat Islam.
Tulisan ringkas Nurcholish dalam “Beberapa Catatan Sekitar Masalah Pembaruan Pemikiran Dalam Islam,” (6 lembar) tampaknya ingin menegaskan 2 hal. Pertama, secara etimologi, kata “sekular” bukan saja sah, tetapi memang harus digunakan. Kedua, Nurcholish menegaskan kembali perbedaan antara sekularisasi dan sekularisme. Dalam artikel tersebut, nama Harvey Cox disebut untuk pertama kalinya.
Sebenarnya, upaya Nurcholish untuk menjustifikasi penggunaan kata sekular tampaknya malah mengaburkan persoalan. Sebabnya, “matter of conflict” dalam gagasan sekular bukanlah sekedar persoalan bahasa an sich, tetapi justru dalam persoalan terminologis. Ahmad Wahib saat itu menyadari kekeliruan Nurcholish. Dalam Catatan Hariannya, Ahmad Wahib menyatakan “Adalah kurang terus terang bila Nurcholish mengartikan secular semata-mata dengan dunia atau masa kini dan sekedar mengatakan bahwa semua yang ada kini dan di sini adalah hal-hal sekular: nilai sekular, masyarakat sekular, orang sekular dan lain-lain. Sekular sebagai suatu sifat – misalnya mengenai suatu masyarakat yang menjadi tujuan proses sekularisasi yaitu masyarakat sekular-tidak saja harus didekati dari segi etimologi, tapi lebih penting lagi dari segi terminologi. Dalam pendekatan terminologis, tidak semua orang bisa disebut sekular dan tidak semua masyarakat merupakan masyarakat secular, sebab secular sudah mempunyai arti terhapusnya campurtangan “agama” (sebagai fenomena social atau das sein) dalam pemecahan langsung masalah-masalah social. Karena itu ketika menjelaskan jalannya proses sekularisasi di Amerika Serikat dan Inggris, kita tidak heran bila ada sebutan “masyarakat sekular yang pertama” dalam buku Bryan Wilson Religion in Secular Society.”

Justifikasi Sekularisasi

Dalam tulisannya yang ketiga, “Sekali Lagi Tentang Sekularisasi,” Nurcholish berusaha mencari justifikasi dari ajaran-ajaran Islam. Ia menyatakan, gagasan sekularisasi dapat dijustifikasi dari dua kalimat syahadat, yang mengandung negasi dan afirmasi. Menurut tafsirannya, kalimat syahadat menunjukkan bahwa manusia bebas dari berbagai jenis kepercayaan kepada tuhan-tuhan yang selama ini dianut, kemudian mengukuhkan kepercayaan kepada Tuhan yang sebenarnya. Dan Islam dengan ajaran Tauhidnya yang tidak kenal kompromi itu, telah mengikis habis kepercayaan animisme. Ini bermakna dengan tauhid, terjadi proses sekularisasi besar-besaran pada diri seorang Animis. Manusia ditunjuk sebagai khalifah Tuhan di bumi karena manusia memiliki intelektualitas, akal pikiran, atau rasio. Dengan rasio inilah, manusia mengembangkan diri dan kehidupannya di dunia ini. Oleh karena itu terdapat konsistensi antara sekularisasi dan rasionalisasi. Kemudian, terdapat pula konsistensi antara rasionalisasi dan desakralisasi.
Nurcholish melanjutkan argumentasinya, di dalam Islam ada konsep “Hari Dunia” dan “Hari Agama”. Hari agama ialah masa di mana hukum-hukum yang mengatur hubungan antara mannusia tidak berlaku lagi, sedangkan yang berlaku ialah hubungan antara manusia dan Tuhan. Sebaliknya, Pada Hari Dunia yang sekarang kita jalani ini, belum berlaku hukum-hukum akhirat. Hukum yang mengatur perikehidupan ialah hukum-hukum kemasyarakatan manusia.
Nurcholish menyatakan bahwa kalimat Basmallah (Atas nama Tuhan), juga menunjukkan bahwa manusia adalah Khalifah Tuhan di atas bumi. Selain itu, al-Rahman menunjukkan sifat kasih Tuhan di dunia ini (menurut ukuran-ukuran duniawi), sedangkan al-Rahim menunjukkan sifat Kasih itu di akhirat (menurut norma-norma ukhrawi). Penghayatan nilai/spiritualkeagamaan bukanlah hasil kegiatan yang serba rasionalistis. Demikian pula sebaliknya, masalah-masalah duniawi tidak dapat didekati dengan metode spiritualistis. Keduanya mempunyai bidang yang berbeda, meskipun antara iman dan ilmu itu terdapat pertalian yang erat.
Pendapat Nurcholish bahwa akar sekularisasi ada dalam ajaran Islam sama dengan pendapat Harvey Cox yang menyatakan bahwa akar sekularisasi ada di dalam ajaran-ajaran Bible. Dengan mengutip pandangan Friedrich Gogarten (1887-1967), seorang teolog Jerman, Harvey Cox menyatakan sekularisasi “adalah konsekwensi sah dari implikasi keimanan Bible terhadap sejarah”. Harvey Cox memaparkan tiga komponen penting dalam Bible menjadi kerangka asas kepada sekularisasi. Ajaran Bibel mengenai Penciptaan, menjadi dasar kepada pengosongan alam dari nilai-nilai spiritual; migrasi besar-besaran (Exodus) kaum Yahudi dari Mesir dalam Bibel menjadi dasar kepada desakralisasi politik; dan Perjanjian Sinai (Sinai Covenant) merupakan dasar kepada relativitas nilai.
Dunia, kata Harvey Cox, perlu dikosongkan dari nilai-nilai ruhani dan agama. Dalam istilah Cox, ini disebut ‘disenchantment of nature, Sains bisa berkembang dan maju, jika dunia ini dikosongkan dari tradisi atau agama yang menyatakan bahwa ada kekuatan supernatural yang menjaga dunia ini. Disebabkan kekuatan ghaib itulah, maka bagi tokoh-tokoh agama konservatif, dunia ini tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang. Padahal, pembebasan dunia ini dari nilai-nilai ghaib itu menjadi syarat penting bagi usaha-usaha urbanisasi dan modernisasi. Manusia harus mengeksploitasi alam seoptimal mungkin, tanpa perlu dibatasi oleh pandangan hidup agama apa pun. Jika dunia ini dianggap sebagai manifestasi dari kuasa supernatural, maka sains tidak akan maju dan berkembang. Jadi, dengan cara apa pun, semua makna-makna ruhani keagamaan ini mesti dihilangkan dari alam. Maka, ajaran-ajaran agama dan tradisi harus disingkirkan. Jadi, alam bukanlah suatu entitas yang suci.
Konsep sekularisasi dalam politik diistilahkan dengan ‘Desacralization of politics’, yang bermakna bahwa politik tidaklah sakral (desakralisasi politik). Jadi, unsur-unsur ruhani dan agama harus disingkirkan dari politik. Oleh sebab itu juga, peran ajaran agama ke atas institusi politik harus disingkirkan. Ini menjadi syarat untuk melakukan perubahan politik dan sosial yang juga akan membenarkan munculnya proses sejarah. Segala macam kaitan antara kuasa politik dengan agama dalam masyarakat apa pun tidak boleh berlaku karena dalam masyarakat sekular, tidak seorang pun memerintah atas otoritas ‘kuasa suci’. (Dari gagasan ini bisa dipahami, jika kaum sekular menolak mati-matian penerapan syariat Islam dalam kehidupan politik).
Sebagaimana halnya sekularisasi dalam dunia dan politik, sekulariasi juga terjadi dalam kehidupan dengan penyingkiran nilai-nilai agama (deconsecration of values/dekonsekrasi nilai-nilai). Dalam pandangan sekular, kebenaran adalah relatif. Tidak ada nilai yang mutlak. Sistem nilai manusia sekular harus dikosongkan dari nilai-nilai agama. Karena perspektif seseorang dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya, maka tidak ada seorang pun yang berhak memaksakan sistem nilainya ke atas orang lain. Manusia sekular mempercayai bahwa ‘wahyu langit’ bisa difahami karena terjadi dalam sejarah, yang dibentuk oleh kondisi sosial dan politik tertentu. Jadi, sebenarnya, semua sistem nilai, terbentuk oleh sejarah yang mengikuti ruang dan waktu dan tertentu. Sekularisasi meletakkan tanggungjawab ke dalam otoritas manusia untuk membina sistem nilai. Sekularisasi akan menjadikan sejarah dan masa depan cukup terbuka untuk perubahan dan kemajuan karena manusia akan bebas membuat perubahan serta pro-aktif dalam proses evolusi.

Pengertian Sosiologis-Sekularisasi
Nurcholish membahas lagi tentang sekularisasi pada tahun 1985. Ia menulis “Sekularisasi Ditinjau Kembali.” Dalam tulisan tersebut, Nurcholish ingin menegaskan pengertian sekularisasi secara sosiologis, bukan filosofis. Ia mengutip pendapat Talcoot Parsons dan Robert N. Bellah. Bagi Nurcholish, penggunaan kata “sekularisasi” dalam sosiologi mengandung arti pembebasan, yaitu pembebasan dari sikap penyucian yang tidak pada tempatnya. Karena itu ia mengandung makna desakralisasi, yaitu pencopotan ketabuan dan kesakralan dari obyek-obyek yang semestinya tidak tabu dan tidak sacral. Jika diproyeksikan kepada situasi modern Islam sekarang, maka “sekularisasi”-nya Robert N. Bellah itu akan mengambil bentuk pemberantasan bid’ah, khurafat dan praktek syirik lainnya, yang kesemuanya itu berlangsung di bawah semboyan kembali kepada Kitab dan Sunnah dalam usaha memurnikan agama. Maka, sekularisasi seperti itu adalah konsekuensi dari tauhid.
Bagaimanapun, Nurcholish mengakui sangat sulit untuk menentukan kapan proses sekularisasi, dalam makna sosiologisnya, berhenti dan berubah menjadi proses penerapan sekularisme filosofis. Oleh sebab itu juga, kritikan Pak Rasyidi cukup beralasan dan dapat diterima, yaitu jika sekularisasi memang tak mungkin lepas dari sekularisme filosofis hasil masa Englightenment Eropa. Nurcholish menyimpulkan adalah bijaksana untuk tidak menggunakan istilah-istilah sekular, sekularisasi dan sekularisme dan mengganti dengan istilah-istilah teknis lain yang lebih tepat dan netral.

Penutup
Nurcholish ingin menunjukkan ada banyak pengertian makna sekularisasi. Bagaimanapun, ia tampak tidak konsisten. Pada awalnya, ia mengikut pendapat Harvey Cox. Dalam perjalanan waktu, disebabkan resistensi dari Kalangan Islam, ia mengutip pendapat Robert N Bellah. Seakan-akan terjadi perbedaan yang prinsipal antara sekularisasi dalam pengertian sosiologis dengan filosofis. Bahkan Nurcholish menyatakan pengertian sekularisasi secara sosiologis lebih dahulu disbanding dengan pengertian filosofis. Padahal, Robert N. Bellah dalam karyanya ‘Beyond Belief’ terwarnai oleh pemikiran Harvey Cox. Bellah mengutip pendapat Cox ketika mendiskusikan Tradisi Islam dan Problem-Problem Modernisasi. Bellah melanjutkan gagasan sekularisasi dalam bidang politik dengan gagasan ‘civil religion’.
Sekularisasi dari satu sisi memang memiliki kesamaan dengan pemberantasaan bid’ah, khurafat dan praktek syirik. Namun, sekularisasi dari sisi yang lain adalah bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam pandangan sekular, misalnya, kebenaran adalah relatif. Tidak ada nilai yang mutlak. Sistem nilai manusia sekular harus dikosongkan dari nilai-nilai agama. Karena perspektif seseorang dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya, maka tidak ada seorang pun yang berhak memaksakan sistem nilainya ke atas orang lain. Manusia sekular mempercayai bahwa ‘wahyu langit’ bisa difahami karena terjadi dalam sejarah, yang dibentuk oleh kondisi sosial dan politik tertentu. Jadi, sebenarnya, semua sistem nilai, terbentuk oleh sejarah yang mengikuti ruang dan waktu dan tertentu. Sekularisasi meletakkan tanggungjawab ke dalam otoritas manusia untuk membina sistem nilai. Sekularisasi akan menjadikan sejarah dan masa depan cukup terbuka untuk perubahan dan kemajuan karena manusia akan bebas membuat perubahan serta pro-aktif dalam proses evolusi. Dengan konsep ini, manusia sekular bisa tidak akan mengakui kebenaran Islam yang mutlak. Mereka akan menolak konsep-konsep Islam yang tetap (tsawabit), karena semuanya dianggap relatif. Kebenaran bagi mereka adalah yang “berlaku di masyarakat” dan bukan yang dikonsepkan dalam al-Quran.
Fakta-fakta yang telah terungkap menunjukkan Nurcholish Madjid mengadopsi gagasan sekularisasi yang berangkat dari konsep dan pengalaman sejarah agama Kristen. Banyak yang menyebutkan, bahwa sekularisasi sudah merupakan keharusan bagi dunia, karena kuatnya dominasi Barat. Seharusnya, ilmuwan Muslim bersikap kritis saat mengadopsi gagasan-gagasan seperti ini, karena konsep sekularisasi memang bertentangan dengan konsep Islam. Sejarah Islam juga tidak pernah mengalami pengalaman pahit dalam hubungan antara agama dengan negara, atau pertentangan antara agama dengan sains seperti dalam sejarah Kristen. Karena itu, tidak bijak, jika konsep dan gagasan sekularisasi ini kemudian diadopsi dan diterapkan dalam masyarakat Muslim, yang memiliki pandangan-alam (Islamic worldview) sendiri. by Facebook Comment

Pluralisme Agama: Paham Syirik Kontemporer

Pluralisme Agama: Paham Syirik Kontemporer
Oleh : Adnin Armas, M.A.
(Direktur Eksekutif INSISTS/Institute for The Study of Islamic Thought and Civilization)

Pemikir Muslim di Indonesia dan Gagasan Pluralisme Agama
Akhir-akhir ini, beberapa pemikir Muslim di Indonesia mengumandangkan gagasan bahwa kebenaran bukanlah monopoli milik agama Islam saja. Kebenaran adalah milik bersama. Dalam setiap agama terdapat kebenaran. Banyak jalan menuju kebenaran. Oleh sebab itu, Islam bukanlah satu-satunya jalan yang sah menuju kepada kebenaran. Prof. Dr. Munir Mulkhan, misalnya, menyatakan: “Jika semua agama memang benar sendiri, penting diyakini bahwa surga Tuhan yang satu itu sendiri, terdiri banyak pintu dan kamar. Tiap pintu adalah jalan pemeluk tiap Agama memasuki kamar surganya. Syarat memasuki surga ialah keikhlasan pembebasan manusia dari kelaparan, penderitaan, kekerasan dan ketakutan, tanpa melihat agamanya. Inilah jalan universal surga bagi semua agama. Dari sini kerjasama dan dialog pemeluk berbeda agama jadi mungkin. (Abdul Munir Mulkhan, Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar, Yogjakarta: Kreasi Wacana, 2002, hal. 44)
Budhy-Munawar Rachman, mantan Direktur studi Islam di Paramadina dan editor Ensiklopedi Nurcholish Madjid, misalnya menolak eksklusifitas kebenaran Islam dan meyakini teologi Pluralis. Budhy meyakini pendapat para pemikir pluralis seperti Wilfred Cantwell Smith, John Harwood Hicks, Paul Knitter, John B. Cobb Jr., Raimundo Panikkar, Frithjof Schuon, Seyyed Hossein Nasr dan lain lain. Budhy misalnya mengutip pendapat Paul Knitter yang menyatakan All religions are relative- that is, limited, partial, incomplete, one way looking at thing. To hold that any religion is intrinsically better than another is felt to be somehow wrong, offensif, narrowminded…”; Deep down, all religions are the same-different paths leading to the same goal.”. ; Other religions are equally valid ways to the same truth (John Hicks); Other religions speak of different but equally valid truths (John B. Cobb Jr.); Each religion expresses an important part of the truth (Raimundo Panikkar). (Budhy-Munawar Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, Jakarta: Penerbit Paramadina, 2001, hal. xiii).
Masih seirama dengan keduanya, Sukidi, salah seorang kandidat doktor di Universitas Harvard Amerika Serikat menyatakan: ”…semua agama pada hakikatnya benar, hanya cara mendekati kebenaran itu sahaja yang menggunakan sekian banyak jalan.” Ia juga memeluk Islam kerana alasan sosiologis bukan kerana Islam pasti yang paling benar, tapi kerana Islam juga menyediakan sumber jalan yang sama untuk menuju Tuhan. Jadi, Islam menjadi sumber yang equal dengan agama-agama lain dalam menunjukkan jalan kepada Tuhan. Dengan premis itu, proses pencarian kebenaran dari berbagai tradisi agama lain bisa dihargai. (Lihat web islamlib.com). Senada dengan penulis yang telah disebutkan di atas, Sumanto al-Qurtuby, seorang alumnus dari fakultas Syairah IAIN Semarang, menyatakan, “Jika kelak di akhirat, pertanyaan di atas diajukan kepada Tuhan, mungkin Dia hanya tersenyum simpul. Sambil menunjukkan surga-Nya yang mahaluas, di sana ternyata telah menunggu banyak orang, antara lain, Jesus, Muhammad, Sahabat Umar, Ghandi, Luther, Abu Nawas, Romo Mangun, Bunda Teresa, Udin, Baharudin Lopa, dan Munir!” (Sumanto Al Qurtuby, Lubang Hitam Agama, Yogyakarta: Rumah Kata, 2005, hal. 45).
Fatwa MUI tentang Pluralisme Agama
Menanggapi semaraknya gagasan kesamaan agama di tengah-tengah masyarakat, Majlis Ulama Indonesia dalam MUNAS ke-7, yang berlangsung dari tanggal 26-29 Juli 2005, mengeluarkan fatwa pada tanggal 29 Juli 2005 yang melarang ummat Islam untuk mengikuti faham pluralisme, sekularisme dan liberalisme. Dalam pandangan MUI, “Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengkalim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga.” Bagi MUI, paham pluralisme agama bertentangan dengan ajaran Islam. Fatwa MUI didasarkan kepada ayat-ayat al-Qura’n di antaranya seperti; “Barang siapa mencara agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran [3]: 85). “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam (QS. Ali Imran [3]: 19). “Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku.” (QS al-Kafirun [109]: 6). Selain itu, MUI mendasarkan kepada beberapa hadist diantaranya: hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (w. 262 H) dalam Kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan sabda Rasulullah saw:
“Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorangpun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari Umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni Neraka.” (HR Muslim). Selain hadits tersebut, Rasulullah saw juga mengirim surat-surat dakwah kepada orang-orang non-Muslim, antara lain Kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-Najasyi Raja Abesenia yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, dimana Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam. (riwayat Ibn Sa’d dalam al-Thabaqat al-Kubra dan Imam Al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari). MUI juga menegaskan perbedaan antara pluralisme dan pluralitas. Dalam pandangan MUI, « Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan. »
Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI sangat diperlukan karena gagasan menyamakan agama merupakan faham syirik kontemporer. Dan yang memprihatinkan, gagasan syirik tersebut justru digagas oleh kalangan akademisi yang memiliki latar-belakang pendidikan formal yang tinggi.
Gagasan Titik-Temu Transendent Agama
Gagasan yang menyamakan agama bukanlah berasal dari ajaran Islam. Ada 4 kelompok yang menyuarakan kesamaan agama. Pertama, Gagasan Humanisme Sekular. Kedua, Gagasan Teologi Global. Ketiga, Ajaran Sinkretisme. Keempat, ajaran Hikmah Abadi. (Untuk lebih detil mengenai ke-empat kelompok tersebut, lihat Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis (Jakarta: Gema Insani Press, 2005).
Dari ke-empat kelompok tersebut, yang paling banyak mencari justifikasi teologis dari ajaran Islam adalah kelompok Transendentalis dengan tokoh-tokohnya seperti Rene Guenon, Frithjof Schuon, Seyyed Hossein Nasr dan lain-lain. Salah seorang tokoh Transendentalis, Frithjof Schuon menegaskan semua agama mengajarkan kepada kebenaran dan kebaikan. Oleh sebab itu semua agama sama pada tataran esoteris. Sekalipun dogma, hukum, moral, ritual agama adalah berbeda, namun nun jauh di kedalaman masing-masing agama, ada ‘a common ground’. Inilah Agama Abadi (Religio Perennis), menurut Frithjof Schuon.
Gagasan yang ingin membenarkan semua agama adalah keliru. Sebabnya, selain Islam, agama lain tidak lagi otentik. Sebenarnya, kesalahan yang ada pada agama selain Islam, bukan hanya diketahui dari ajaran Islam, namun dapat diketahui juga dari historisitas berbagai agama tersebut. Sarjaa Kristen-Yahudi banyak yang telah meninggal ajaran-ajaran dasar agama Yahudi-Kristen sendiri. Dampaknya, dikalangan mereka sendiri sudah tidak terdapat lagi titik-temu. Sebagai contoh adalah “Kitab Suci.” Jika dahulu, para teolog Kristen mengakui otentisitas Bibel, maka sejak zaman modern sehingga kini, para teolog Kristen modern dn kontemporer melakukan kajian kritis terhadap Bibel. Kesimpulannya, mereka menolak otentisitas dan finalitas Bibel. Penolakan mereka terhadap kebenaran Bibel sebenarnya sesuai dengan pernyataan Allah dalam al-Qur’an yang memang menegaskan perubahan-perubahan yang telah dilakukan terhadap Bibel. Allah SWT berfirman yang artinya: “Mereka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya”. (QS Al-Maidah [5]: 13) Lihat juga al-Baqarah [2]: 75; Al-Nisa [4]: 46 dan al-Maidah [5]: 41).
Biasanya gagasan menyamakan agama dibangun di atas sebuah asumsi bahwa agama-agama memiliki ”Tuhan yang sama.” Gagasan kesamaan Tuhan adalah keliru karena sebenarnya masing-masing agama memiliki konsep Tuhan yang ekslusif atau berbeda satu sama lain. Allah S.W.T. menegaskan siapa yang menganggap bahwa Nabi Isa as adalah Tuhan termasuk orang-orang kafir. Allah SWT berfirman yang artinya: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata sesungguhnya Allah ialah al-Masih putera Maryam.” (QS al-Maidah [5]: 72). Selain itu, Allah SWT juga berfirman yang artinya: “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain Tuhan Yang Esa.” (QS al-Maidah [5]: 73). Jadi, gagasan titik-temu agama-agama pada level esoteris pun terdapat perbedaan mendasar antara Islam dengan agama-agama lain.
Sekedar memercayai adanya Tuhan tidaklah cukup dalam Islam. Iblis juga memercayai adanya Tuhan. Jadi, memercayai Tuhan akan salah, jika tidak tunduk kepada-Nya dengan cara, metode, jalan dan bentuk yang dipersetujui oleh-Nya seperti yang ditunjukkan oleh para rasul yg telah di utus-Nya. Jika hanya mengakui-Nya namun mengingkari cara, metode, jalan dan bentuk yang dipersetujui-Nya, maka seseorang itu akan disebut kafir karena ia tidak benar-benar berserah diri kepada-Nya. Iblis yang mempercayai Tuhan yang satu, mengakui-Nya sebagai pencipta alam semesta, masih juga di sebut kafir disebabkan pengingkaran kepada perintah-Nya. Jadi, memahami dan mengakui Tuhan harus dengan mengikuti perintah, bentuk cara, jalan-Nya. Selain itu, hanya dengan melalui perintah, bentuk cara, jalan-Nya maka Kebenaran akan diketahui. Ringkasnya, hanya Islam agama yang benar dan selainnya adalah agama yang salah. by Facebook Comment

teks khutbah idul fitri

MENGHADANG TANTANGAN MENYONGSONG KEMENANGAN
Oleh : Agus Samsono

إن الحمد لله نحمده و نستعينه و نسغفره و نعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له أشهد أن لا إله إلا الله و أشهد أن محمدا عبده و رسوله. اللهم صل على محمد و على آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم، و بارك على محمد و على آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.

يـأَيُّهَاالَّذِيْنَ أَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يـأَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِى خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وّحِدَةٍ وَ خَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَ بَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَّ نِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِى تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يـأَيُّهَاالَّذِيْنَ أَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْملَكُمْ وَ يَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَ مَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
. أما بعد فإن خير الحديت كتاب الله و خير الهدْي هدْي محمد و شرالأمور محدثاتها و كل محدثة بدعة و كل بدعة ضلالة و كل ضلالة فى النار
الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
Jama’ah shalat Iedhul Fithri rahimakumullah.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya milik Allah yang telah menganugerahkan ni’mat-ni’matNya, sehingga kita dapat menyelesaikan shaum di bulan Ramadhan, dan pada pagi hari ini kita dipertemukan Allah di tempat yang mulia ini untuk melaksanakan sholat Iedhul Fitri berjama’ah.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, suri tauladan kita baginda Rasulullah yang telah menyelamatkan manusia dari kebiadaban kepada peradaban, dari penyembahan kepada hamba menuju penyembahan kepada rabbnya para hamba.

Jama’ah shalat Iedhul Fithri rahimakumullah.

Pada kesempatan kali ini marilah kita meneropong kembali keadaan umat Islam pada zaman ini. Kita mengetahui bahwa keadaan umat Islam mengalami kemunduran dari berbagai segi, umat Islam menjadi obyek bukan sebagai obyek, dan umat Islam menjadi “bancaan” atau bahkan dijadikan “mainan”. Islam selalu mempunyai posisi yang tinggi dari yang lainnya الإسلام يعلو ولا يعلى عليه tapi kenapa posisi umat Islam sekarang tidak lebih tinggi dari umat yang lainnya, tidak pula lebih mulia dari yang lainnya.

Kita bisa melihat dengan kasat mata, beberapa peristiwa yang dialami umat Islam. Diantaranya peristiwa yang dialami oleh masyarakat Islam di Afghanistan dan Irak, mereka terus dijajah dan diteror oleh bala tentara amerika dan sekutunya. Begitu pula dengan bangsa Israel Yahudi La’natullah yang terus memperluas wilayahnya di Palestina, dengan membangun pemukiman Yahudi, menggusur paksa pemukiman muslim, mengusir, menteror dan membunuh umat Islam di sana dan pada puncaknya terbunuhlah 2 orang pemimpin HAMAS Syaikh Ahmad Yasin dan Abdullah Ar-Rantisi oleh roket-roket Yahudi.

Ramadhan tahun ini dinodai dengan tewasnya 85 muslim Pattani di Thailand Selatan, atas kekejaman militer negara itu. Begitu juga 15 ribu kaum muslimin di Myanmar harus mengungsi ke Bangladesh, untuk menghindari intimidasi dan penangkapan.

الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
Jama’ah shalat Iedhul Fithri rahimakumullah.

Mengapakah Amerika dan sekutunya, begitu getolnya memusuhi Islam ? Karena mereka tidak lagi mempunyai musuh yang mengancam setelah musuh mereka Uni Soviet runtuh pada “Perang Dingin”, Maka musuh mereka berikutnya adalah Islam. Hal ini dinyatakan oleh Samuel P Huntington seorang ilmuan politik dari Universitas Harvard dan sebagai penasihat politik kawakan Gedung Putih. Dalam buku terbarunya Who Are We? The Challenges to America’s National Identity, ia mengatakan bahwa musuh utama Barat pasca Perang Dingin adalah Islam dan ia menambahkan dengan “Islam Militan” namun dia juga tidak menjelaskan secara tegas siapakah yang dimaksud dengan “Islam militan”. Ia juga tak lagi menggunakan istilah “Perang Dingin” untuk memusuhi Islam, tapi ia menggunakan kata “War” perang dengan persenjataan. Dan pada akhirnya George Bus pun lebih menuruti petuah Huntington, sehingga Bush pun penjadi presiden yang hoby berperang dengan dalih bahwa Amerika sebagai Polisi Dunia.

Apapun namanaya, “Islam Militan” “Islam Radikal” “Islam Garis Keras” “Teroris” ataupun "Islam Fundamentalis” pada hakikatnya mereka ingin memusuhi Islam. Permusuhan mereka lebih nampak ketika kita melihat ungkapan mantan Presiden AS Ricard Nixon dalam tulisannya Size The Moment yang dikutip oleh Muhammad Imarah dalam bukunya: Fundamentalisme Dalam Perspektif Pemikiran Barat dan Islam, yang menyebutkan bahwa ciri-ciri Islam fundamentalis adalah : Pertama, anti peradaban Barat. Kedua, Ingin menerapkan Syari’at Islam. Ketiga. Ingin membangun peradaban Islam, Kempat, Tidak memisahkan Islam sebagai agama dan negara dan Kelima, Menjadikan Nabi Muhammad sebagai tauladan yang mesti diikuti.

Berdasarkan ungkapan Ricard Nixon di atas, jelaslah bahwa apabila kita anti peradaban Barat yang banyaj merusak peradaban Islam, berkeinginan terhadap penerapan Syari’at Islam dan terbangunnya peradaban Islam, tidak memisahkan Islam sebagai agama dan negara serta menjadikan Nabi Muhammad sebagai suri tauladan, niscaya kita akan terus menjadi sasaran bidik bagi orang-orang Barat dan antek-anteknya yang membenci Islam.

Selain memusuhi umat Islam dengan kekuatan fisik, mereka juga memusuhi dengan westernisasi dan modernisasi, dengan tujuan agar kaum muslimin berkiblat pada peradaban Barat, berpakaian ala Barat, bergaya hidup ala Barat, dan semua aspek kehidupannya ke-Barat-baratan, sehingga setapak demi setapak, selangkah demi selangkah, sehasta demi sehasta dan pada akhirnya terjauh dari ajaran Islam. Walaupun kita mengakui bahwa diantara dampak positif modernisasi adalah ilmu pengetahuan semakin berkembang, teknologi bertambah tinggi, munculnya penemuan-penemuan baru, transportasi semakin lancar, telekomunikasi semakin canggih, tapi mampukah kita membentengi diri kita, keluarga kita, dan kaum muslimin dari dampak negatif modernisasi yang dapat menjerumuskan kita kedalam api neraka..
يآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا...(التحريم : 6)
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”( QS. At-Tahrim:6)

الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
Jama’ah shalat Iedhul Fithri rahimakumullah.

Dilain pihak, ketika sebagian umat Islam menghadapi gencarnya serangan fisik, maka kita lebih banyak menghadapi tantangan berupa menghadapi bentuk kesyirikan, hal-hal yang ghaib yang berbau mistik dan tahayul. Dan sangatlah disayangkan bahwa acara-acara itu menjadi acara yang banyak digemari menjadi program favorit televisi bagi sebagian kaum muslimin. Tidak tahukah kaum muslimin bahwa syirik adalah sebagai “a’zhamul kabâir” kedzoliman dan dosa yang paling besar. Hal ini dapat dilihat dari nasihat Lukman kepada putranya agar tidak berbuat syirik kepada Allah .
…يبُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشّْرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ (لقمان : 13)
“…Wahai anakku janganlah kau menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah adalah kezhaliman yang besar” (QS. Lukman:13)

Ketika kita sedang menghadapi berbagai model kesyirikan, bersamaan dengan itu, kita juga harus menyingsingkan lengan untuk menghadapi berbagai pemikiran dan aliran-aliran sempalan Islam seperti LDII, Ingkarus Sunnah, Syi’ah, Ahmadiyyah JIL (Jaringan Islam Liberal) dan lainnya. Kita juga melihat bagaimana pengaruh pemikiran JIL pada JIMM (Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyyah) dan pengaruhnya kepada tim perumus Kompilasi Hukum Islam yang sebagian butir-butirnya bertentangan dengan Islam. Pemikiran-pemikiran yang mengusung upaya “Pencerahan Islam” dan adanya aliran-aliran sempalan Islam pada hakikatnya adalah merusak dan melecehkan kesucian serta kemurnian Dienul Islam.

يُرِيْدُوْنَ لِيُطْفِؤُوْا نُوْرَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَ اللهُ مُتِمُّ نُوْرِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut (ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang musyrik benci. (QS. Ash-Shaff:9).

Jama’ah shalat Iedhul Fithri rahimakumullah.

Kalau kita melihat hasil penelitian sebuah LSM Internasional di bawah UNESCO tentang pembangunan Sumber Daya di berbagai negara yang di teliti menunjukkan bahwa Singapura pada peringkat 20, Brunai ke 50, Malaysia 56 Philipina 76 Vietnam 105 dan Indonesia 106, berada satu tingkat dibawah Vietnam. Sedangkan pakar berbagai bidang ilmu pengetahuan Israel memiliki 16.500 pakar, Mesir 30 pakar dan Indonesia hanya memiliki 65 pakar, padahal besar negara Israel tidak ada apa-apanya bila disbanding dengan Indonesia. Walaupun penelitian itu tidaklah 100% benar, dan perlu adayanya tabayun (klarifikasi), apakah hal itu mencerminkan keadaan umat Islam di Indonesia, karena 75 % bangsa ini adalah muslim.

Akankah umat kita sebagai umat Islam akan terus terombang-ambing bak buih dilautan.? Akankah umat Islam terus di jaikan “bulan-bulanan”.

Tentang keadaan umat Islam Rasulullah telah menyampaikan melalui sabdanya :
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ اْلأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى اْلأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمُ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ (رواه أبوداود /3745 فى باب الملاحم )

“Dari Tsauban berkata, Rasulullah bersabda: Akan menimpa pada umat kalian sebagaimana makanan yang berada diatas hidangan, kemudian salah seorang berkata: Apakah karena jumlah kita sedikit waktu itu? Rasulullah bersabda: Jumlah kalian banyak akan tetapi bagaikan buih, maka sekali-kali Allah akan mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kalian, dan Allah akan menimpakan al-wahnu pada hati kalian, salah seorang berkata; Apakah al-wahn? Rasulullah bersabda: Cinta dunia dan takut mati”. (HR. Abu Daud, Bab al-Malahim no. 3745).

الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
Jama’ah shalat Iedhul Fithri rahimakumullah.

Menghadapi tantangan dan realitas umat Islam tersebut, tidak kemudian kita bersedih hati dan putus asa. Karena dibalik kesulitan ada kemudahan, dan Allah akan memberikan jalan keluar kaum muslimin menuju kemenangan.

وَلاَ تَهِنُوْا وَ لاَ تَحْزَنُوْا وَ أَنْتُمْ اْلأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran).

Apabila kita menghendaki kemenangan dan terwujudnya masyarakat yang tertib (mujtama’an munazhzhaman), masyarakat yang kuat (mujtama’an qawiyyan) dan masyarakat yang selamat nan sejahtera (mujtama’an salîman), tanpa diiringi dengan tonggak-tonggak penyangga dan unsur-unsurnya, semua itu hanya akan menjadi isapan jempol belaka. Syaikh Hasan bin Falah al Qahthânî dalam Ath Tharîq Ilan Nahdlah al Islâmiyyah menyebutkan bahwa pilar-pilar menuju kejayaan ummat itu antara lain :

 Kaum muslimin hendaknya berpegang teguh (tamassuk) pada ‘aqidah yang shahih
 Kaum muslimin mau dihukumi dengan hukum yang telah Allah turunkan
 Kaum muslimin mau menghidupkan amar ma’ruf dan nahyu munkar
 Kaum muslimin mampu mewujudkan keseimbangan antara ilmu dan amal
 Kaum muslimin mampu menegakkan jihad
 Kaum muslimin bersikap mubâdarah, yakni bersegera menyambut perintah-perintahNya
 Kaum muslimin mampu menghidupkan takâful, yakni menanamkan solidaritas antara sesama muslim dan
 Kaum muslimin pun mampu menegakkan keadilan dan prinsip persamaan sesama mereka (al ‘adlu wal musâwât).

Meminjam bahasa Syaikh ‘Abdul Mâlik bin Ahmad Ramadlanî dalam As Sabîl Ilâl ‘Izzi wat Tamkîn, bahwa kejayaan ummat hanya bisa ditempuh dengan iman, kekuatan dan ketaqwaan yang meliputi tauhid dan ittiba’ dengan mengikuti petunjuk Rasulullah .

Demikianlah khutbah pada pagi hari ini, marilah kita akhiri khutbah ini memanjatkan doa kepada Allah .
الحمد لله وحده لا شريك له الملك و له الحمد وهو على كل شئ قدير اللهم صل على محمد وعلى آله و أصحابه و من تبعهم بإجسان إلى يوم الدين اللهم اغفر للمسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات الأحياء منهم و الأموات إنك أنت سميع قريب مجيب الدعوات ياعزيز يا غفار ربنا ظلمنا أنفسنا و إن لم تغفر لنا لنكوننا من الخاسرين ، اللهم أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه، اللهم تقبل منا صلاتنا و صيامنا و قيامنا و جميع الأعمال الصالحة
Ya Allah ampunkanlah dosa-dosa kaum muslimin dan muslimat, baik mereka yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan mengabulkan do’a.

Ya Allah, kami telah berbuat dosa, maka jika Engkau tidak mengampuni kami niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.

Ya Allah, nampakkanlah kepada kami yang benar itu benar dan berikanlah kekuatan kepada kami untuk mengikutinya, dan nampakkanlah kepada kami yang salah itu salah dan berikanlah kepada kami kekuatan untuk menjauhinya.

Ya Allah, terimalah shalat kami, puasa kami qiyâm ramadhan kami, dan terimalah amal-amal ibadah kami.
اللهم أحسن عاقبتنا فى الأمور كلها، وأجرنامن خزي الدنيا و عذاب الآخرة، اللهم إنا نسألك موجبات رحمتك و عزائمَ مغفرتك والسلامة من كل إسم والغنيمة من كل بر والفوز بالجنة والنجاة من النار. ربنا أتنا فى الدنيا حسنة و فى الآخرة حسنة و قنا عذاب النار. سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين و الحمد لله رب العالمين. by Facebook Comment